Kami sudah menyusun buku tentang motif Aceh
Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) menggelar lomba boh gaca (melukis inai) pengantin tradisional Aceh dalam rangkaian Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke 8, sebagai upaya melestarikan eksistensi kebudayaan Aceh.
Kepala Bidang Sejarah dan Nilai Budaya Disbudpar Aceh Evi Mayasari, Selasa, mengatakan boh gaca menjadi salah satu tradisi budaya yang juga terancam ditinggalkan, karena perkembangan zaman. Saat ini prosesi adat boh gaca itu tergerus dengan pengaruh luar.
“Lomba ini kita buat di PKA karena sekarang sudah semakin tergerus dengan motifnya, yang bukan dari Aceh sendiri,” kata Evi di Banda Aceh.
Ia menjelaskan, Pemerintah Aceh tentu memiliki tanggung jawab untuk melestarikan adat dan istiadat Tanah Rencong. Pemerintah melalui Disbudpar terus melakukan pembinaan di kabupaten/kota, terutama dalam menggalakkan pendokumentasian dan inventarisasi seluruh karya budaya di masing-masing daerah di Aceh.
Baca juga: Pemerintah Aceh perkenalkan seni tutur untuk generasi muda
Baca juga: Kemenko PMK: PKA Aceh untuk mencegah pengaruh budaya asing
Menurut Evi, upaya tersebut dilakukan setiap tahun melalui pokok-pokok pikiran kebudayaan (PPKD), mulai dari inventarisasi seluruh data-data kebudayaan masing-masing daerah sekaligus implementasi di tengah masyarakat.
“Jadi setiap tahun, dalam rangka memperkuat pelestarian itu, maka kami melakukan evaluasi kepada teman-teman kabupaten/kota, memberikan penilaian sejauh mana mereka merawat dan melestarikan kebudayaan,” ujarnya.
Untuk tradisi boh gaca, lanjut dia, PKA ke 8 dinilai menjadi momentum yang tepat untuk mengajak masyarakat di provinsi paling barat Indonesia itu dalam merawat tradisi yang sudah berlangsung secara turun-temurun.
Dalam menjaga motif, kata dia, pihaknya juga sudah menyusun buku tentang beragam motif khas Aceh, yang diharapkan menjadi panduan bagi seluruh daerah dalam merawat motif Aceh agar tidak hilang dan tergantikan dengan motif-motif luar.
“Kami sudah menyusun buku tentang motif Aceh, sebagai panduan agar motif Aceh tidak hilang, dan masyarakat punya panduan,” ujarnya.
Baca juga: Pekan Kebudayaan Aceh VIII libatkan peserta internasional
Baca juga: Disbudpar: Dua negara pastikan hadir di Pekan Kebudayaan Aceh ke-8
Sementara itu, Budayawan Aceh sekaligus Juri Lomba Boh Gaca PKA 8 Irma Yani Ibrahim mengatakan saat ini banyak budaya Aceh yang sudah berubah karena perkembangan zaman, masuk budaya asing, sehingga budaya ini harus ditularkan kepada generasi muda.
“Tentu PKA ini sebagai salah satu upaya pemerintah melestarikan budaya dan memperkenalkan budaya yang sebenarnya kepada generasi muda,” ujarnya.
Boh gaca tersebut, kata Irma, salah satu tradisi dalam adat perkawinan di Aceh. Setiap daerah Aceh memiliki tradisi boh gaca yang berbeda-beda, apalagi Aceh memiliki delapan etnis dengan keragaman budaya.
Dalam perlombaan kali ini, lanjut dia, dari 23 kabupaten/kota di Aceh, hanya 19 daerah yang ikut serta dalam lomba. Masing-masing daerah punya keragaman motif, dan hampir semua daerah punya hak paten, seperti motif daun baluluk di Aceh Barat Daya, pucuk daun nilam di Aceh Jaya, Bungong Ue di Sabang dan lain-lain.
“Sekarang proses adat juga sudah banyak ditinggalkan. Sekarang orang suka pakai henna yang instan, dan tidak ada proses adat, tapi yang penting ada, ini yang memang sudah jauh dari tradisi kita,” ujarnya.
Baca juga: USK kenalkan budaya Aceh ke peserta IMT-GT di Lubok Sukon
Baca juga: Lokakarya pemajuan budaya-pelestarian cagar budaya digelar di Aceh
Baca juga: Sidang Raya Wali Nanggroe siapkan empat "reusam" adat daerah Aceh
Pewarta: Khalis Surry
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023