Konsep ramah lingkungan ini sangat baik untuk diterapkan demi menjaga keberlangsungan lingkungan untuk generasi berikutnya
Jakarta (ANTARA) - International Conference on Interreligious Studies, Sciences, and Technology (ICONIST) 2023 yang diadakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menghasilkan pembahasan tentang urgensi produk ramah lingkungan.
"Masalah pemanasan global, krisis energi, hingga pencemaran lingkungan melatari forum ICONIST 2023 sebagai forum pertemuan para akademisi, peneliti dan elemen masyarakat sipil untuk mendiskusikan langkah-langkah penting dan strategis bagaimana menyelesaikan berbagai permasalahan lingkungan," kata Ketua Panitia ICONIST Amelia Fauzia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Industri baja nasional siap hasilkan baja emisi nol bersih
Salah satu peneliti, Fathudin Kalimas, dalam paparannya menjelaskan pentingnya pengentasan persoalan lingkungan dengan pendekatan multi pihak (pentahelix), di mana unsur pemerintah, akademisi, peneliti, pelaku usaha dan elemen masyarakat sipil berkolaborasi dan berkomitmen melakukan langkah-langkah strategis pengentasan masalah-masalah lingkungan.
Fathudin menjelaskan potret geliat kesadaran industri yang belakangan makin meningkat untuk melakukan pengembangan inovasi produk-produk eco-friendly atau ramah lingkungan. Ramah lingkungan berarti tidak merusak lingkungan dan tidak mengganggu keseimbangan di dalamnya. Produk ramah lingkungan berkaitan erat dengan elemen ekonomi dan ekologi sekaligus.
"Konsep ramah lingkungan ini sangat baik untuk diterapkan demi menjaga keberlangsungan lingkungan untuk generasi berikutnya. Keuntungan dari pengembangan inovasi produk ramah lingkungan antara lain untuk menjaga sumber daya alam, mengurangi emisi, menghemat energi, mengurangi limbah, mengurangi pencemaran lingkungan, dan termasuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat," ujar Fathudin.
Menurutnya, berbagai langkah yang sudah dilakukan industri sudah semestinya disambut dengan kebijakan pemerintah yang mengakomodir produk-produk yang berorientasi pada pengurangan bahaya (harm reduction).
"Kehadiran produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, dan kantong nikotin merupakan deretan produk inovatif yang berorientasi pada pengurangan prevalensi merokok. Di beberapa negara seperti Inggris, Jepang, dan Swedia, produk tembakau alternatif dianggap sebagai jenis inovasi untuk mengurangi prevalensi perokok," tambahnya.
Baca juga: RI kembangkan talenta otomotif yang manfaatkan bahan bakar non-fosil
Fathudin juga mengungkapkan profil rendah risiko produk tembakau alternatif semestinya juga berpotensi bagi pengurangan pencemaran lingkungan. Produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik misalnya, di samping tidak mengandung TAR yang dianggap berbahaya, produk ini hanya melepaskan uap ke udara, tidak mengeluarkan asap sehingga dianggap lebih aman dan tidak mencemari kualitas udara.
Lebih lanjut, dia menyebutkan profil risiko yang lebih rendah pada produk tembakau alternatif sudah semestinya didukung dengan kebijakan-kebijakan yang selaras dengan UU Kesehatan yang baru disahkan tahun ini.
Pasal 149 ayat 4 Undang-Undang (UU) Kesehatan menegaskan produksi, peredaran, dan penggunaan produk tembakau harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan profil risiko Kesehatan.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendukung industri yang turut serta mengambil peran dan terlibat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia melalui pengembangan inovasi. Mengingat, derajat kesehatan merupakan syarat bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), agar lebih produktif dan berdaya saing untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
Konferensi internasional ICONIST 2023, menghadirkan peneliti dari 16 negara di Asia Tenggara, Timur Tengah, Australia, dan Eropa.
Baca juga: Menteri PUPR: Material dan desain ramah lingkungan diterapkan di IKN
Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023