Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan proses transisi energi menuju zero emisi karbon sangat besar, sehingga sektor keuangan memainkan peranan yang sangat penting

Jakarta (ANTARA) - Peneliti ekonomi lingkungan dan pendiri Think Policy Andhyta Firselly Utami mengatakan aspek pendanaan menjadi tantangan terbesar bagi Indonesia dalam upaya menuju zero emisi karbon pada 2050.

"Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan proses transisi energi menuju zero emisi karbon sangat besar, sehingga sektor keuangan memainkan peranan yang sangat penting," ujar Andhyta dalam acara "Ngobrol Santai Bareng Pakar" di Jakarta, Selasa.

Ia menyampaikan, dalam ilustrasi pembiayaan pada negara berkembang di Asia, pihak Asian Development Bank (ADB) memperkirakan investasi tahunan sebesar 1,7 triliun dolar AS untuk membangun infrastruktur transisi hingga 2030.

Pembangunan infrastruktur transisi hijau harus dibiayai sedemikian rupa agar pendanaan untuk hal-hal lain seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan tidak teralihkan sehingga tidak berdampak merugikan masyarakat.

Dalam konteks ini, kata dia, sektor jasa keuangan memainkan peranan penting dan bank-bank dapat mendukung transisi ini dengan pembiayaan.

"Aktor-aktor sektor keuangan itu kenapa perlu memedulikan risiko perubahan iklim? Karena akan berdampak pada sektor itu," katanya.

Andhyta mengatakan, untuk pasar seperti di Asia di mana lebih dari 50 persen energinya menggunakan bahan baku batu bara, sangat penting memperhatikan proses transisi yang adil dan inklusif, dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial dari transisi yang disesuaikan dengan realitas lokal dan kebutuhan pembangunan.

Lebih lanjut, ia mengatakan, transisi menuju nol karbon merupakan komitmen global yang diikuti Indonesia dalam mengurangi emisi karbon hingga mencapai net zero emisi karbon pada 2050.

Menurut dia, Indonesia bisa menjadi pemimpin dalam pembiayaan berkelanjutan di Asia Tenggara. Oleh sebab itu, semua pihak perlu menjalankan komitmen dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan sosial dan lingkungan.

Andhyta menambahkan, pembiayaan berkelanjutan adalah tentang memberdayakan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Baca juga: Kemenkeu: Pembiayaan berkelanjutan jadi standar umum 10 tahun ke depan
Baca juga: Menkeu: Pembiayaan menjadi batu sandungan pembicaraan keberlanjutan
Baca juga: OJK: Pendanaan petani sawit dukung tiga pilar pembiayaan berkelanjutan

Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Citro Atmoko
Copyright © ANTARA 2023