Washington (ANTARA News) - Dana Moneter Internasional pada Kamis mengatakan negara berkembang harus menggunakan kebijakan penyangga ekonomi mereka dengan bijak menghadapi gejolak pasar, setelah Federal Reserve AS mengumumkan rencana untuk secara bertahap keluar dari program pembelian obligasi skala besar.
Ketua Fed Ben Bernanke pada Rabu mengatakan bahwa bank sentral akan mulai mempertimbangkan kembali program pembelian obligasi besar-besaran, yang disebut QE3, akhir tahun ini jika ekonomi membaik seperti yang diharapkan dan mungkin berakhir pada pertengahan 2014, menyebabkan pasar saham global jatuh, lapor Xinhua.
Respon kebijakan di setiap negara berkembang harus "spesifik," karena pemberi pinjaman global yang berbasis di Washington itu memantau erat reaksi pasar, kata kepala juru bicara IMF Gerry Rice dalam sebuah konferensi pers reguler.
Seseuai aturan umum, negara-negara yang mengadopsi kebijakan makro-ekonomi yang sehat, pasar keuangan domestik yang lebih dalam, serta kebijakan makro-prudential dan mikro-prudential yang kuat akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk menahan setiap gejolak pasar potensial, katanya kepada wartawan.
"Secara umum, kebijakan yang tepat akan memungkinkan pasar untuk menyesuaikan diri dengan kenaikan suku bunga dan premi AS. Tergantung pada tingkat arus keluar dan tekanan likuiditas di segmen pasar, beberapa negara mungkin perlu fokus untuk memastikan pasar berfungsi secara teratur, menggunakan kebijakan penyangga mereka secara bijak," kata Rice.
Krisis keuangan baru-baru ini memberikan pengingat untuk pasar negara berkembang guna membangun kembali ruang kebijakan dan mengurangi kerentanan ketika kondisi keuangan normal. Ini akan membantu negara berkembang efektif mengatasi fluktuasi pasar mendatang, ia menambahkan.
Dalam pernyataan penutup setelah pemeriksaan tahunan situasi ekonomi dan keuangan AS yang dirilis pekan lalu, IMF mengatakan bahwa kebijakan moneter sangat akomodatif the Fed telah memberikan dukungan penting bagi AS dan pemulihan ekonomi global.
Tetapi, IMF mengatakan "suku bunga sangat rendah dalam periode panjang mungkin menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan untuk stabilitas keuangan domestik dan telah membuat rumit lingkungan kebijakan makro di beberapa negara berkembang." (A026)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013