Pertanyaannya apakah industri, institusi, sudah punya awareness dan persepsi yang sama bagaimana harus mencapai net zero emission di saat ini? Jawabannya, belum. Kenapa? Karena masing-masing perusahaan masih punya tantangan yang lain
Jakarta (ANTARA) -
Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Alexandra Askandar mengungkapkan sejumlah tantangan penyaluran kredit di sektor hijau atau green financing diantaranya terkait kondisi perusahaan hingga tuntutan untuk membiayai pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Alexandra mengatakan, belum semua instansi atau industri punya kesadaran dan persepsi yang sama untuk mencapai target net zero emission pada 2060 sebagaimana ditetapkan pemerintah. Terlebih, perusahaan-perusahaan yang masih harus berjuang dengan kondisi keuangannya.


"Pertanyaannya apakah industri, institusi, sudah punya awareness dan persepsi yang sama bagaimana harus mencapai net zero emission di saat ini? Jawabannya, belum. Kenapa? Karena masing-masing perusahaan masih punya tantangan yang lain,” katanya dalam Indonesia Human Capital Summit (IHCS) 2023 di Jakarta, Senin.

Alexandra mengatakan, banyak perusahaan masih keberatan untuk mengeluarkan biaya tambahan untuk menerapkan bisnis yang berkelanjutan, yang kemungkinan belum menjadi fokus perusahaan saat ini.

“Dia (perusahaan) berpikir 2060 masih puluhan tahun, mungkin sudah tidak di perusahaan itu, kenapa harus peduli soal ini padahal banyak hal lain yang jadi fokus perusahaan?” katanya.

Di sisi lain, pemerintah juga belum memberikan kerangka besar dan turunannya untuk menjadi peta jalan bagi perusahaan untuk segera melakukan bisnis berkelanjutan guna mencapai target tersebut.

Hal lain, lanjut Alexandra, yakni Indonesia merupakan negara berkembang yang masih butuh infrastruktur. Indonesia juga masih bergantung pada PLTU.

“Apakah sekarang Mandiri sudah bisa keluar dari coal industry, coal mining atau coal powerplant? Jawabannya sebagai bank BUMN yang memang kita punya tugas agent of development, tidak mudah buat kita untuk benar-benar fokus ke green financing,” katanya.

Ia mengatakan, tidak mudah bagi perbankan BUMN seperti Mandiri untuk hanya fokus pada penyaluran pembiayaan energi hijau atau industri yang bersih dan bebas emisi.

Alexandra mengatakan, Bank Mandiri merupakan market leader dalam pembiayaan hijau dengan pangsa pasar mencapai 30 persen, yang mencapai hampir 12 persen dari total portfolio bank tersebut.


“Tapi kita mau menuju menjadi 15 persen, 20 persen, atau lebih dari itu, tantangannya kita masih harus dituntut untuk membiayai coal powerplant sesuai dengan roadmap pemerintah. Kalau ke depan masih punya rencana, kita tidak bisa bilang tidak untuk membiayai, sebagai contoh. Karena kalau kami atau bank BUMN tidak membiayai, bank lain sudah tidak mau. Apa kita mau biarkan kita tidak punya kecukupan listrik yang masih dibutuhkan khususnya di daerah yang belum tersentuh?” imbuhnya.
Selanjutnya, kesadaran dan persepsi terkait bisnis berkelanjutan masih dianggap sebagai beban biaya. Oleh karena itu, Bank Mandiri senantiasa mengedukasi nasabah korporasi agar memimpin visi Indonesia soal ekonomi karbon rendah.

“Banyak yang masih menjadi tantangan buat kita, tapi kita harus tetap mendukung pemerintah mencapai net zero emission di 2060 dan ini juga jadi komitmen kami untuk mencapai net zero operations di 2030,” kata Alexandra.


Baca juga: Mandiri bukukan peningkatan pembiayaan hijau Rp7 T pada kuartal ketiga

Baca juga: Portofolio kredit hijau Bank Mandiri capai Rp115 triliun per Juni 2023

Baca juga: BCA salurkan kredit ke sektor berkelanjutan Rp183,2 triliun pada 2022

Baca juga: Portofolio hijau BNI capai Rp170,5 triliun pada triwulan I

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023