...penyaluran secara nyata di lapangan sangat berpotensi tidak tepat sasaran."

Jakarta (ANTARA News) - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, berpendapat Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), bukan jawaban atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Ini tidaklah berpengaruh kepada peningkatan daya beli masyarakat. Data yang kita punya masih semrawut," ujar Enny Sri Hartati saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, penerima BLSM adalah sebanyak 15,5 juta rumah tangga. Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS), per September 2012, menyebutkan bahwa penduduk miskin Indonesia adalah sebanyak 28,6 juta jiwa dengan nilai garis kemiskinan sebesar Rp260 ribu per bulan.

"Jumlah tersebut kira-kira setara dengan 7 juta rumah tangga. Yang 6,5 juta rumah tangga bisa jadi tidak tepat sasaran," ujar Enny.

Ia mengungkapkan dengan data masyarakat miskin by name, by address yang tidak pasti, maka ketepatan terhadap sasaran BLSM sangat sulit dicapai.

"Akibat ketidakjelasan inilah penyaluran secara nyata di lapangan sangat berpotensi tidak tepat sasaran. Beberapa badan survei telah mengeluarkan hasil studinya, bahwa dana BLSM yang tepat sasaran hanya 60 persen," kata dia.

Kalau pun tepat sasaran, lanjut dia, BLSM tidak tepat karena ketidaksesuaian dengan budaya Indonesia yang belum bisa mengatur keuangannya dengan baik.

"Dana bantuan langsung semacam itu tidak digunakan masyarakat untuk menopang kebutuhan biaya hidup. Kalau sudah terima uang, tidak di atur untuk satu bulan, padahal harus bertahan satu bulan," ujar Enny.

Namun sebaliknya, ia menambahkan, setelah masyarakat menerima uang BLSM malah dibelikan pulsa atau hal-hal yang kurang penting.

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013