Hasil stress test menunjukkan bahwa sektor keuangan Indonesia memiliki ketahanan yang cukup kuat dalam menghadapi berbagai tekanan itu dengan bantalan atau buffer terhadap risiko yang memadai.
Jakarta (ANTARA) - Hasil dari stress test yang dilakukan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menunjukkan bahwa sektor keuangan Indonesia masih mempunyai ketahanan yang kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global.
"Hasil stress test menunjukkan bahwa sektor keuangan Indonesia memiliki ketahanan yang cukup kuat dalam menghadapi berbagai tekanan itu dengan bantalan atau buffer terhadap risiko yang memadai," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Perry menjelaskan bantalan yang dimaksud di antaranya, yang pertama permodalan perbankan yang kuat, ditunjukkan dengan capital adecuancy ratio (CAR) yang secara industri di atas 25 persen.
Baca juga: Jokowi: Keberadaan BI di IKN tingkatkan kepercayaan dunia usaha
Kedua, pasokan likuiditas perbankan yang dinilai lebih dari cukup dengan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (DPK) sebesar 26 persen.
"Apalagi Bank Indonesia juga menjadikan insentif likuiditas, sisanya dari kebijakan insentif likuiditas yang masih sekitar Rp20 triliun dari yang sudah disediakan Rp50 triliun, baru dipakai Rp30 triliun bagi bank-bank yang menyediakan kredit pada sektor prioritas," kata Perry.
BI juga klaim meningkatkan penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) sebesar Rp81 triliun.
Ketiga, rasio kredit bermasalah di perbankan yang cenderung rendah serta cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang relatif cukup.
Baca juga: BI: Inflasi terjaga berkat sinergi tim pengendalian inflasi
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprakirakan bahwa ekonomi Indonesia ke depan masih akan tumbuh dan tetap terjaga.
Sektor konsumsi dan wisata diperkirakan akan tumbuh kuat sejalan dengan meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu). Dengan itu pertumbuhan ekonomi nasional pada 2023 diproyeksikan mencapai 5,1 persen.
"Percepatan belanja APBN diharapkan dapat mendorong konsumsi pemerintahan dan menjaga daya beli masyarakat. Investasi bangunan dan nonbangunan memasuki tren peningkatan seiring dengan kemajuan penyelesaian proyek strategis nasional," pungkasnya.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023