Perkembangan ekonomi Indonesia didukung oleh sistem keuangan domestik yang resilien.
Jakarta (ANTARA) - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tahun 2023 menyatakan bahwa sistem keuangan Indonesia pada triwulan III-2023 masih tetap terjaga di tengah ketidakstabilan perekonomian global.
Kesimpulan tersebut merupakan hasil dari rapat koordinasi KSSK ke-4 tahun 2023.
"Stabilitas sistem keuangan atau disebut SSK untuk triwulan III-2023 tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global," kata Ketua KSSK yang juga Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani mengatakan perkembangan ekonomi Indonesia didukung oleh sistem keuangan domestik yang resilien, serta merupakan hasil sinergi dari KSSK.
Ekonomi Indonesia ke depan diprakirakan masih akan tumbuh dan tetap terjaga. Sektor konsumsi dan wisata diperkirakan akan tumbuh kuat sejalan dengan meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu). Dengan itu pertumbuhan ekonomi nasional pada 2023 diproyeksikan mencapai 5,1 persen.
"Percepatan belanja APBN diharapkan dapat mendorong konsumsi pemerintahan dan menjaga daya beli masyarakat. Investasi bangunan dan nonbangunan memasuki tren peningkatan seiring dengan kemajuan penyelesaian proyek strategis nasional," katanya menjelaskan.
Kendati demikian, Menkeu menyampaikan bahwa kondisi ketidakpastian ekonomi global masih perlu diwaspadai.
Hal itu tercermin dari proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan pertumbuhan global pada 2023 mencapai 3 persen, serta melambat pada 2024 menjadi 2,9 persen.
"Pertumbuhan ekonomi global melambat dengan adanya ketidakpastian yang meningkat tinggi, di sertai divergensi pertumbuhan antarnegara yang makin melebar," kata Sri Mulyani.
Bendahara Negara itu menjelaskan bahwa ekonomi Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu yang terbesar hingga saat ini mulai menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Pertumbuhan itu ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan sektor jasa AS.
Sementara itu, perekonomian China saat ini justru menunjukkan perlambatan, karena dipengaruhi perlemahan konsumsi dan krisis di sektor properti.
Tekanan inflasi juga diperkirakan masih berlanjut. Hal itu dipicu oleh kenaikan harga energi dan pangan akibat eskalasi konflik geopolitik, terjadinya fragmentasi ekonomi, serta terjadinya fenomena El Nino.
Untuk itu, Sri Mulyani memproyeksikan suku bunga The Fed atau Federal Funds Rate (FFR) masih akan berada di level yang tinggi untuk jangka waktu yang lama (higher for longer).
Ia menilai, kenaikan suku bunga global akan diikuti oleh kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan Pemerintah AS dan risiko premi jangka panjang.
"Perkembangan ini memicu capital outflow dari emerging market ke negara maju, dan ini mendorong penguatan signifikan mata uang dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia," katanya pula.
Baca juga: Jokowi: Indonesia punya 4.400 sungai untuk pembangkit listrik
Baca juga: Airlangga: Reformasi struktural jadi kunci transformasi ekonomi
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023