Kupang (ANTARA) - Tarsisius Tari Tara sedang mengantre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di satu-satunya stasiun pengisian bahan bakar minyak umum (SPBU) di Desa Anakaka di Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pria berusia 40 tahun itu, sudah mengantre di SPBU tersebut sejak pukul 08.00 WITA waktu setempat. Saat tiba di SPBU tersebut antrean kendaraan bermotor justru sudah mengular sepanjang satu kilometer.
Tidak hanya kendaraan bermotor roda dua, tetapi kendaraan roda empat juga turut mengantre. Pasalnya jarak antara SPBU yang satu dengan SPBU yang lain kurang lebih satu setengah jam perjalanan.
Tarsisius tinggal di Desa Leteloko, Kecamatan Kodi Pangedo. Perjalanan dari desanya ke SPBU BBM satu harga itu jaraknya diperkirakan berkisar lima sampai enam kilometer.Masih ada desa lain lagi yang lebih jauh lagi dengan lokasi SPBU tersebut dan jaraknya bisa mencapai 10 kilometer.
Tarsisius mengantre di SPBU itu menggunakan kendaraan bermotor roda dua yang tangki sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga jumlah Pertalite yang diisi semakin banyak.
Satu tangki kendaraan roda dua normalnya hanya mampu menampung 18 liter Pertalite, tetapi setelah dimodifikasi mampu menampung 20 liter BBM jenis Pertalite.
Tak hanya Tarsisius yang memodifikasi tangki kendaraannya, ada sekitar 20an kendaraan bermotor roda dua juga keliatan tangki BBMnya kembung dan lebih besar dari tangki kendaraan pada umumnya.
SPBU mulai dibuka pada puluk 09.00 WITA. Tarsisius kemudian mendapatkan giliran untuk mengisi BBM di kendarannya. Dia pun menyerahkan uang senilai Rp200 ribu kepada petugas SPBU yang bertugas.
Dengan senyumnya dia meninggalkan SPBU tersebut. Tetapi selang 10 menit kemudian dia kembali muncul di antrean kendaraan bermotor.
"Tadi setelah isi saya tap (tuang) di jerigen 20 liter di sebelah SPBU, lalu saya antre lagi untuk isi 20 liter lagi," ceritanya sambil tersebut.
Semua pengendara bermotor yang mengantre tersebut memerlukan sekitar tiga empat kali putaran untuk kembali mengantre di SPBU yang sama. Sehingga tidak heran jika 8.000 kiloliter Pertalite bisa ludes dalam waktu tiga atau empat jam saja.
Dia mengaku terpaksa mencari rejeki dengan cara demikian. Dia berdalih bahwa apa yang dilakukannya dan juga beberapa rekannya itu untuk membantu masyarakat di desanya yang kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi. Walaupun dia harus menjual BBM bersubsidi tersebut dengan harga Rp15 ribu per liter di desanya. Sebab warga yang ekonominya rendah hanya mampu membeli satu liter BBM.
"Bayangkan saja, hanya butuh satu liter Pertalite harus berkendara lima sampai enam kilometer ke SPBU. Yang ada pengeluaran membengkak, sehingga saya dan beberapa teman kemudian beralih profesi dari Petani menjadi penjual Pertalite," ceritanya.
Untuk mendapatkan modal usaha pembelian BBM Pertalite, mereka terpaksa harus meminjam di koperasi sebesar Rp500 ribu dengan jaminan pengembalian selama dua bulan. Bagi masyarakat setempat, usaha menjual BBM Pertalite seperti itu justru lebih menjanjikan.
Antrean panjang tersebut sudah menjadi pemandangan sehari-hari semenjak SPBU BBM satu harga itu beroperasi pada Februari 2023 lalu. Pembangunan SPBU satu harga di wilayah pedalaman dinilai sangat perlu dilakukan guna membantu masyarakat, khususnya masyarakat kecil.
Warga pedalaman mengetahui informasi BBM satu harga melalui televisi, radio atau pemberitaan majalah dan berita-berita daring. Namun, warga pedalaman hanya tahu membeli satu liter BBM di pedagang eceran yang harganya berkisar dari Rp15 ribu per liter atau bahkan sampai Rp25 ribu per liter.
Karena itu, bagi warga sekitar kehadiran SPBU khusus BBM satu harga, sangat dibutuhkan sehingga masyarakat bisa merasakan langsung program itu.
Sekretaris Desa Anakaka, Kecamatan Kodi, Agus Tamo Ama, juga menilai keberadaan SPBU dengan program BBM satu harga sejak Februari 2023 memberikan dampak positif bagi warga desa sekitar karena semakin dekat dan harganya terjangkau.
“Biasanya warga kalau mau isi BBM harus ke Desa Kori, perjalanan sekitar satu jam untuk bisa beli BBM di sana. Tetapi kini sudah dekat. meskipun setiap hari selalu banyak antrean kendaraan roda empat dan roda dua,” tambah dia.
Mata pencaharian baru
Kehadiran SPBU di Kodi dalam beberapa bulan terakhir telah berdampak positif. Banyak pemuda dan orang tua beralih profesi sebagai penjual BBM Pertalite.
Bagi sebagian masyarakat yang terkadang melakukan kriminalitas, saat ini perlahan-lahan sudah meninggalkan perbuatan yang tidak baik tersebut. Mereka sudah dapat pekerjaan baru, kata Bupati Sumba Barat Daya (SBD) Kornelis Kodi Mete.
Karena itu, dia menyampaikan apresiasi dan terima kasihnya kepada Pertamina dan BPH Migas yang sudah membantu penyaluran BBM satu harga di wilayah pedalaman di SBD.
Namun demikian, dia juga tidak bisa membendung cara yang dilakukan oleh warganya dalam hal mendapatkan uang dengan cara menjual kembali BBM dengan harga yang lebih tinggi dari harga di SPBU.
Dengan dampak positif seperti itu, maka kehadiran SPBU yang menerapkan BBM satu harga perlu diperbanyak di wilayah pedalaman atau daerah 3T.
Bupati Kornelis menyatakan siap menyediakan lahan, jika memang ada yang ingin membangun SPBU di daerah-daerah pedalaman di wilayahnya. Di wilayah Kodi sendiri baru dua SPBU BBM satu harga, namun SPBU itu jaraknya jauh, butuh waktu satu sampai satu setengah jam perjalanan untuk menjangkaunya.
Saat ini di wilayah Sumba Barat Daya (SBD) jumlah SPBU yang menerapkan BBM satu harga empat unit. Salah satunya baru saja diresmikan beberapa bulan lalu di Kecamatan Wawewa.
Kehadiran SPBU BBM satu harga di wilayah 3T, mampu membuka peluang peningkatan ekonomi masyarakat daerah setempat. Keberadaan SPBU BBM satu harga membuat warga yang berada di dekat SPBU bisa membeli BBM dengan harga yang sama seperti yang dijual di wilayah perkotaan.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman saat berkunjung ke SBD pada 24 Agustus lalu menilai pembukaan SPBU BBM satu harga mampu membuka titik perekonomian baru bagi masyarakat di daerah pelosok serta mampu meningkatkan ekonomi
Karena itu kehadiran investor sangat dibutuhkan di wilayah-wilayah 3T. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa investor yang berinvestasi membangun SPBU dan menyalurkan BBM satu harga dibutuhkan investor yang kuat dengan berbagai tantangan yang ada.
Diakuinya, untuk membangun SPBU BBM satu harga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pasalnya ada tahap-tahapan yang harus dilakukan.
Vice Presiden Retail Fuel Sales PT Pertamina Patra Niaga Rahman Pramono Wibowo menambahkan dalam membangun SPBU BBM satu harga di kawasan 3T diperlukan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari Kementerian ESDM serta BPH Migas sebagai pengatur dan juga dari sisi Pemerintah Pusat untuk menjembatani dan mediasi dengan pemerintah daerah.
Terkait persiapan untuk pembangunan BBM satu harga yang merupakan program dari pemerintah, titik atau lokasinya sudah ditentukan oleh pemerintah daerah.
Saat ini untuk wilayah NTT saja, sudah terdapat 38 unit SPBU yang menerapkan BBM satu harga. Jumlah itu diyakini akan terus bertambah, namun tergantung pada usulan dari pemerintah daerah atau dari investor yang ingin membangun SPBU dan mau menjadi penyalur BBM satu harga.
Jika sudah ada investor yang mau membangun SPBU dan didukung pemda berupa lahan, maka harapan dan mimpi masyarakat di pelosok NTT akan BBM satu harga, diyakini akan terwujud.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023