Jakarta, (ANTARA News) - Mimpi menjadi kenyataan, demikian kata yang bisa terukir dari masyarakat Banjarsari dan Rawajati mewujudkan kampung hijau nan asri di tengah gegap gempita gedung-gedung Jakarta.
"Dulu kami bermimpi, kini hijau daun telah menyelimuti kampung ini," kata Niniek Nuryanto, pegiat lingkungan Kampung Rawajati saat bincang pertama dimulai.
Memang tak diragukan begitu memasuki kedua kampung peraih kalpataru tersebut, hijau dedaunan dari beragam tumbuhan di dalam pot-pot bulat tertata rapi di samping kanan-kiri jalan menyambut ramah para pengunjung.
Menyusuri Jalanan RW 03 Kampung Rawajati ini akan ditemui `etalase hijau` dengan beragam tumbuhan menempel pada dinding rumah yang menghadap ke jalan. Sementara itu di rumah-rumah penduduk seolah tak menyisakan tempat bagi ruang kosong kecuali `hijau` menyelimuti.
Di samping kanan-kiri pintu pohon-pohon kecil selalu tampak.
"Tiada rotan akarpun jadi, tiada lahan pagarpun, oke," begitu ungkap Niniek Nuryanto Penggerak Lingkungan Kampung Rawa Jati, mengomentari tumbuhan yang betebaran dimana-mana.
"Kami mulai dengan komitmen masyarakat untuk memelihara tujuh tumbuhan dalam pot pada Januari 2003," kata penggerak PKK RW 03 itu.
Berawal dari komitmen itu, kini setiap rumah telah memiliki puluhan tumbuhan, dan beberapa diantaranya mengembangkan kegiatan ini menjadi lahan ekonomi baru.
"Disini tidak hanya tumbuhan pengusir nyamuk zodia tapi juga tumbuh sentra tanaman produksi seperti tanaman untuk jamu, serta tanaman produktif lainnya seperti rambutan dan durian," kata anggota Kelompok Penangkar Swadaya RW 03 tersebut.
Prestasi sebagai salah satu pelestari tanaman produktif telah membuat kampung ini menjuarai Tingkat Nasional Ketahanan Pangan tingkat RW.
Selain itu sejak ditetapkannya kampung Rawajati menjadi tempat Agrowisata di daerah Jakarta Selatan dan lebih dari 5000 tamu dari 20 negara mengunjungi daerah ini.
Selain kegiatan konservasi lingkungan kampung ini telah merambah ke manajeman sampah. Dengan prinsip reduce, reuse, recycle, replant (mengurangi, menggunakan kembali, mengolah kembali, menanam-red) warga masyarakat mengatur sampahnya untuk kegunaan tertentu.
Di kampung tersebut tak hanya ditemui tiga tempat sampah untuk limbah yang berbeda yaitu limbah organik, anorganik, dan limbah yang mengandung racun, juga diadakan pelatihan dan ketrampilan pembuatan pupuk kompos yang berasal dari sampah organik.
Sang Pionir
Sementara itu Kampung Banjarsari, pioner kampung hijau tetap tak pudar sinarnya meskipun telah berusia lebih dari sembilan tahun. Sebagai Pilot Project UNESCO pada 1996 kampung itu berkembang menjadi kampung percontohan konservasi lingkungan di berbagai daerah.
Sejak saat itu, kemana mata memandang akan ditemui tumbuhan hijau yang terawat dalam rumah maupun di jalanan.
"Penghijauan merupakan pekerjaan hati," kata Bambang Harini (75), tokoh penggerak lingkungan Kampung Banjarsari.
Rumahnya yang berada di pojokan Jalan Banjarsari XIV/4A, tampak asri dengan tumbuhan rambat di atas pian yang menjorok ke jalan depan rumah.
Teras dan jalan depan rumah yang teduh karena pohon rambat terpampang tulisan Sangar Ketrampilan dan menjadi tempat `pengemblengan` peserta peduli lingkungan hidup.
"Disinilah awalnya perjuangan saya menghijaukan Banjarsari," kata peraih perempuan pilihan Metro TV 2004.
Melalui para ibu-ibu PKK yang berkeinginan untuk mengubah lingkungannya menjadi hijau, dimulailah usaha penanaman tumbuhan di rumah-rumah anggota PKK.
Prakarsa ini disambut baik oleh masyarakat yang kemudian hingga kini hampir tak satupun masyarakat Banjarsari yang tak peduli lingkungan.
Mimpi untuk menjadikan kawasan hijau juga tak hanya monopoli kampung-kampung Jakarta. Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 34 juga tak mau ketinggalan.
Sejak SMU ini ditetapkan sebagai salah satu pilot project UNESCO sebagai sekolah berwawasan lingkungan (green school-red), berbagai kegiatan yang mendukung telah dicanangkan.
Untuk melihat keasrian SMA ini kita harus melewati pintu gerbang dengan menyusuri jalan sepanjang 25 meter, baru dapat kita lihat lingkungan SMU N 34.
Taman tertata rapi dan tumbuhan menggantung di depan kelas serta menempel ditembok bagian samping tiap pintunya. kemudian menyusuri ke selatan maka tampak taman dan "green house" yang berisi berbagai macam anggrek.
Tanaman Obat
Sepertinya tidak puas dengan halaman yang ditanami tumbuhan, di belakang bangunan kelas sebelah barat berjejer ratusan tanaman obat.
Mulai dari tanaman Gempur Batu (Barriea Hispida-red) untuk penyakit ginjal hingga Ganda Rusa (Justicia Gandarussa-red) untuk patah tulang terhampar di sana.
Tak hanya kegiatan konservasi lingkungan, namun sekolah itu juga ikut serta berbagai kegiatan pelestarian lingkungan seperti Pemantauan Kualitas Air Sungai Ciliwung bekerja sama dengan Pusat Penelitian Lingkuangan Hidup Universitas Negeri Malang.
Sementara itu pembentukan perilaku yang berwawasan lingkungan juga tak kalah pentingnya. Selain ekstra kulikuler yang berwawasan lingkungan mulai 2006 SMUN 34 memasukan muatan lokal berwawasan lingkungan dalam pelajarannya.
"Melalui kegiatan ini diharapkan program penghijauan bukan hanya slogan tapi juga menjadi tindakan nya," kata Guru Biologi itu.(M Arief Iskandar)
Copyright © ANTARA 2006