London (ANTARA News) - Amnesty International minta Pemerintah Indonesia mengambil langkah segera untuk melindungi lebih baik para pekerja rumah tangganya di dalam negeri maupun yang bekerja di luar negeri.

Permintaan itu disampaikan Josef Roy Benedict, Campaigner - Indonesia & Timor-Leste Amnesty International Secretariat kepada ANTARA London Senin sehubungan dengan ditetapkannya 16 Juni menjandai Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional.

Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 189 merayakan ulang tahun kedua diadopsinya tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga, tonggak penting hukum perjanjian internasional yang menetapkan standar internasional bagi perlindungan hak-hak pekerja rumah tangga.

Jutaan pekerja rumah tangga Indonesia di dalam negeri dan yang bekerja di luar negeri seperti di Hong Kong, Malaysia, Arab Saudi, dan Singapura, banyak dari upaya perlindungan belum menjadi kenyataan, berujung pada eksploitasi dan perlakuan buruk yang dialami mereka.

Para pekerja rumah tangga yang bekerja di luar negeri secara rutin menjadi korban perdagangan untuk kerja paksa dan korban penipuan kontrak, dan biaya rekrutmen yang terlalu mahal, sementara mereka yang bekerja di dalam negeri tidak mendapat hak legal dan hak pekerjaan yang setara seperti pekerja lainnya di Indonesia.

Karena karakter kerjanya yang terisolasi, para pekerja rumah tangga juga beresiko terhadap perlakuan fisik dan psikologis yang buruk, dan pelecehan seksual, ujarnya.

Sebagai konsekwensinya, banyak dari mereka hak-haknya atas pekerjaan yang adil dan setara, lingkungan kerja yang aman dan sehat, dan kebebasan berasosiasi dan bergerak diingkari.

Kegagalan berkelanjutan dari pemerintah Indonesia untuk menyediakan perlindungan yang memadai bagi para pekerja rumah tangganya, sebagian besarnya perempuan, - baik di dalam maupun di luar negeri adalah pelanggaran kewajiban negara di bawah hukum dan standar internasional.

Hal ini juga bertentangan dengan pernyataan dibuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang pada dua tahun lalu mendesak perwakilan di Konferensi ILO di Jenewa untuk mendukung diadopsinya Konvensi ILO tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga, dan komitmen pemerintah Indonesia selama Evaluasi Berkala Universalnya (Universal Periodic Review/UPR) pada 2012 untuk meratifikasi Konvensi ini.

Sejalan dengan rekomendasi dibuat Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Committee on the Elimination of Discrimination against Women/CEDAW) pada Kesimpulan Pengamatan (Concluding Observations) di 2012, Amnesty International menyerukan pemerintah Indonesia mengambil langkah konkrit dan memastikan perlindungan hukum yang memadai bagi hak-hak semua pekerja rumah tangga.

Sebagai langkah pertama, pihak berwenang Indonesia harus meratifikasi Konvensi ILO tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga pada kesempatan secepatnya, memasukan aturan-aturannya ke dalam undang-undang nasional dan mengimplementasikannya kebijakan dan praktik.

Langkah tersebut tidak hanya menyediakan dasar yang kuat bagi legislasi dalam negeri dalam melindungi hak pekerja rumah tangga, hal ini juga memperkuat upaya perlindungan bagi jutaan pekerja rumah tangga di luar negeri.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) harus memprioritaskan debat dan pengesahan undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga yang sesuai dengan hukum dan standard internasional.

Sebuah rancangan undang-undang didebatkan selama beberapa tahun, menghadapi penundaan berkelanjutan.

Sementara Amnesty International menyambut baik inisiatif ini, organisasi ini perihatin bahwa rancangan undang-undang ini, sebagaimana yang ada saat ini, tidak berisi aturan yang memadai soal upah, pembatasan jam kerja, mekanisme pemulihan hak, dan aturan spesifik tentang perempuan, khususnya kehamilan dan persalinan.

Konvensi ILO tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga diadopsi pada ulang tahun ke-100 ILO di Jenewa 16 Juni 2011. Hingga saat ini, Konvensi ini diratifikasi Uruguay, Filipina, Mauritius, Nikaragua, Italia, Bolivia, dan Paraguay, dan berlaku 5 September 2013 mendatang. (ZG)

Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013