Sekretaris KPA Kota Jakarta Barat (Jakbar), Sukarno menyebutkan bahwa obat yang diberikan adalah antiretroviral (ARV) yang berguna untuk mengurangi risiko penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV).
"Obatnya itu misalnya untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Karena kan itu HIV kan virusnya. Jadi supaya virus yang ada di dalam tubuh itu tidak berkembangbiak, tidak beranak-pinak," kata Soekarno saat dihubungi di Jakarta pada Rabu.
Dia menekankan bahwa obat itu bukan untuk kesembuhan. "Bukan untuk sembuhkan, hanya supaya tidak berkembang-biak, tidak aktif. Kalau menghilangkan, mematikan, sampai sekarang belum bisa. Hanya menidurkanlah," katanya.
Baca juga: Jakarta Barat targetkan nol penularan HIV/AIDS pada 2030
Adapun dana yang dialokasikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk KPA Jakbar sebesar Rp200 juta pada tahun 2023. "Dari pemprov tahun ini sebesar Rp200 juta untuk kita," kata Sukarno.
Selain pemberian obat, pihaknya juga melakukan tindakan penanggulangan lain dengan sosialisasi kepada masyarakat.
"Di dalam KPA itu ada unit-unitnya, termasuk kesehatan sampai ke Puskesmas. Jadi kalau dari jajaran kesehatan itu pengobatan," katanya.
Kalau dari jajaran organisasi lainnya, sosialisasi pencegahan untuk memberitahu bahaya penyakit ini. "Cara penularannya termasuk pencegahannya," kata Sukarno.
Baca juga: Pemkot Jakbar anjurkan seluruh calon ibu periksa kesehatan cegah HIV
Hingga Desember 2022, kata Sukarno, tercatat 5.996 kasus HIV/AIDS di Jakbar. "Sampai akhir 2022, yang 2023 kan sedang berjalan, sampai akhir 2022 itu 5.996 kasus," kata Sukarno.
Sukarno menyebutkan penularan HIV/AIDS terutama akibat perilaku yang salah. Ada beberapa sumber penularan utama dari HIV/AIDS.
"Satu adalah cairan darah. Yang kedua itu cairan sperma atau ovum di hubungan badan," katanya.
Yang ketiga air susu ibu dan terakhir karena pemakaian jarum suntik yang bergantian. "Standarnya kan jarum suntik itu sekali pakai buang," kata Sukarno.
Baca juga: Pemkot Jakbar berikan terapi intensif terhadap 351 warga HIV
KPA Jakarta Barat meminta warga tidak mendiskriminasi ODHA menyusul adanya temuan kasus itu di Cengkareng Timur dan Duri Kepa. "Ada kasus ODHA di Cengkareng Timur dan Duri Kepa mau diusir keluarganya," kata Soekarno.
Sukarno menjelaskan, untuk kasus di Duri Kepa, keluarga pengidap hendak mengusir yang bersangkutan. Namun setelah KPA berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, camat dan lurah tindakan itu bisa dicegah.
"Kami membawa penderita ke Puskesmas untuk pemeriksaan kesehatan lebih lanjut. Tapi, karena kondisinya sudah meningkat dari HIV menjadi AIDS akhirnya tak tertolong saat akan dibawa ke RS Tarakan," kata dia.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023