Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) serukan hentikan kekerasan dalam pelaksanaan Masa Orientasi Sekolah (MOS) untuk siswa baru kelas satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) karena melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) no 23 tahun 2002.
"Kekerasan terhadap siswa baru dalam MOS diancam tindak pidana," kata Sekretaris Jendral Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menanggapi akan berlangsungnya MOS yang dimulai pada awal tahun ajaran baru 2006 (17 Juli-red) di berbagai sekolah, di Jakarta, Sabtu.
"Kakak kelas siswa baru yang menganiaya tidak akan luput dari hukum meskipun masih SMA," katanya. Hal ini sesuai dengan UUPA Pasal 54 yang mengatur perlindungan anak dalam lingkungan sekolah.
MOS rentan terhadap tindak kekerasan fisik, psikis maupun emosional yang dirasakan oleh siswa baru.
Seperti kegiatan MOS yang memaksa siswa baru mengenakan berbagai atribut seperti kalung berbagai macam tumbuhan, kaos kaki selang-seling dan sebagainya yang membuat siswa tidak patut atau layak dalam pandangan masyarakat dapat pula dikategorikan kekerasan.
"Orang gila saja manusia yang tidak layak dianiaya, apalagi ini orang yang waras dijadikan seperti orang gila, ini melecehkan harkat dan martabat kemanusiaan dan bisa dimasukkan sebagai salah satu kekerasan," katanya.
Sementara itu penggiat Pendidikan Sucipto mengatakan kegiatan MOS perlu dikembalikan ke khitahnya (tujuan dasarnya-red). MOS harus menjadi awal dari pembentukan sikap siswa baru dalam mengenal pendidikan yang berbeda dari sebelumnya.
"MOS saat ini merupakan `fase` terburuk dalam pendidikan," kata Mantan Rektor Universitas Negeri Jakarta itu.
Orientasi sekolah harus mengenalkan siswa baru terhadap ilmu pengetahuan serta memotivasi para generasi tersebut untuk bersikap layaknya manusia berpendidikan, kata Sucipto.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006