"Tahun ini, 2013, APBD kami hanya Rp2.3 triliun. Jumlah ini bahkan lebih kecil dari anggaran sebuah kabupaten di Kalimantan yang lebih Rp4,0 triliun empat tahun lalu," kata Ketua Komisi D DPRD NTT, Hendrik Rawambaku di Kupang, Sabtu.
Saat jumpa pers hasil kunjungan program Pengurangan Resiko Bencana (PRB) inklusi, ketua komisi yang membidangi kesra ini tidak menyebutkan berapa pastinya dana untuk menangani bencana.
Ia hanya mengatakan dana tersebut sangat kecil karena harus dibagi 21 kabupaten/kota dan juga untuk prioritas kegiatan lain. Padahal, katanya, bencana merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi masyarakat NTT.
Oleh karena itu ia menyambut baik program PRB inklusi yang dilakukan tiga LSM yakni Plan Indonesia, Care dan Handicap.
Kegiatan ini dilakukan di sembilan desa dan sembilan sekolah di tiga kabupaten. NTT masuk dalam urutan keempat daerah rawan bencana. PRB inklusi ditujukan kepada kelompok rawan bencana yakni disabilitas (penyandang cacat), anak-anak dan perempuan.
Dalam program ini di masing-masing desa dibentuk tim siaga bencana yang terdiri dari 30 orang. Sementara di sekolah dibentuk tim siswa siaga yang juga terdiri dari 30 orang dan guru siaga enam orang.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Pennggulangan Bencana Daerah NTT, Jemi E Melca mengatakan gubernur sudah mempunyai program. Namun program soal bencana tersebut berada di urutan kedelapan.
Untuk itu ia berterima kasih dengan adanya LSM yang melakukan kegiatan mitigasi bencana di beberapa daerah. Mengenai program dari instansinya, Jemi mengatakan, untuk pemerataan akan difokuskan ke daerah2 yang belum mendapatkan bantuan dari pihak luar atau di daerah yang benar-benar menjadi prioritas.
Sementara itu Manejer Pengurangan Resiko Bencana Plan Indonesia, Amin Magatani, meminta pemda menjadikan program PRB sebagai "investasi".
Karena dengan adanya program PRB, maka dampak bencana akan dapat dikurangi.
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013