Washington, DC (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia menjajaki peluang kerja sama dengan Amerika Serikat (AS) dalam membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Penjajakan awal ini dilakukan Menteri Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman dengan penasihat senior tenaga nuklir dari Departemen Energi AS, dan pihak Nuclear Energy Institute (NEI) di Washington DC, Jumat. Dalam pertemuan tersebut Menristek menyampaikan grand design nuklir Indonesia yang rencananya akan selesai dibangun pada tahun 2016. Grand design nuklir ini menindak-lanjuti keputusan Presiden yang ditanda-tangani pada Januari 2006 tentang kebijakan energi nasional. Wujud dari grand design tersebut, kata Menristek, adalah membangun empat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia yang rencananya akan mulai dikerjakan pada tahun 2007 melalui tender terbuka. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir ini akan dibangun di Simenanjung Muria, di sebelah utara pulau Jawa. PLTN di Simenanjung Muria ini akan memberikan pasokan listrik untuk pulau Jawa, Madura dan Bali. "Nuklir akan menjadi pembangkit listrik yang termurah dibanding pembangkit listrik tenaga air dan lainnya. Apalagi di Jawa, Madura dan Bali memiliki penduduk yang padat dengan sumber energi yang terbatas," kata Kusmayanto Kadiman. Ketika ditanya kenapa begitu lama harus menunggu sampai PLTN dibangun padahal rencana ini sudah pernah dikemukakan pemerintah pada tahun 80-an? Kusmayanto mengatakan, ada dua alasan kenapa sampai tertunda begitu lama, pertama karena selama ini Indonesia berpikir memiliki sumber energi yang berlebih. Kedua adalah faktor politik dimana nuklir seringkali dijadikan isu oleh para politisi yang menganggap nuklir akan berdampak fatal bagi kesehatan manusia jika sampai terjadi kebocoran. Tapi faktor politik itu kini sudah tidak ada lagi karena Komisi VII di DPR yang menangani masalah energi sudah memberikan lampu hijau. Kusmayanto menambahkan, sudah banyak calon investor asing yang tertarik untuk berinvestasi membangun PLTN di Indonesia. Di antaranya Amerika Serikat, Prancis, Jepang dan Korea Selatan. Para investor ini hanya menuntut diberikan izin lokasi dan jaminan pembelian listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga nuklir yang akan mereka bangun.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006