Dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Selasa (31/10), dia menyebutkan KPU Sumbar telah keliru memahami status hukumnya atas putusan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung tertanggal 24 September 2019.
Sesuai putusan PK Mahkamah Agung tertanggal 24 September 2019 tersebut, Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang sebelumnya telah menggunakan Pasal 12 huruf b Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mendalilkan kasus penyuapan.
Dalam putusan PK itu, Mahkamah Agung setelah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan mengadili kembali perkara a quo dengan tidak menggunakan Pasal 12 huruf b, melainkan menggunakan Pasal 11 Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Oleh karena Mahkamah Agung dalam mengadili kembali perkara a quo menggunakan Pasal 11 UU itu, maka ancaman hukuman yang mendasari putusan PK tersebut bukannya lima tahun atau lebih, melainkan satu tahun sampai lima tahun.
Sementara putusan PK Mahkamah Agung, sesuai Pasal 11 tersebut, ternyata tiga tahun. Dengan demikian maka putusan yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap terhadap dirinya adalah tiga tahun, bukan lima tahun.
Dalam putusan PK itu Mahkamah Agung juga menetapkan hukuman tambahan terhadap Irman Gusman berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun dan hukuman politik ini sudah selesai dijalani oleh Irman Gusman dari tanggal 24 September 2019 sampai 24 September 2022.
Artinya, ia sudah selesai menjalani pidana badan selama tiga tahun dan hukuman tambahan berupa hukuman politik selama tiga tahun.
Maka ia menilai jika harus dihukum lagi dengan hukuman politik sehingga tidak dapat mengikuti Pemilu 2024, maka hal itu berarti Negara menghukum warganya tanpa adanya kesalahan yang diperbuat.
Ia menilai itu melanggar azas hukum yang menyatakan tiada hukuman tanpa kesalahan. Sekaligus juga berarti KPU Sumbar telah melanggar hak asasinya untuk maju dalam Pemilu 2024.
Keputusan KPU Sumbar yang telah keliru memaknai status hukum dirinya itu juga mendatangkan kerugian yang amat besar, sehingga KPU Sumbar harus mempertanggungjawabkannya secara hukum.
Ia juga menilai KPU Sumbar telah keliru dalam memaknai Pasal 182 huruf g UU No.7 Tahun 2017 yang menyangkut status hukumnya.
Status dirinya yang dipersyaratkan dalam Pasal 18 ayat 2 PKPU No 11 Tahun 2023 itu tidak bertentangan dengan Pasal 182 huruf g UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena Pasal 182 huruf g dimaksud mensyaratkan ancaman pidana 5 tahun atau lebih, sementara putusan PK oleh Mahkamah Agung terhadap Irman Gusman tidak menggunakan Pasal 12 huruf b UU Tipikor yang mensyaratkan ancaman pidana 5 tahun atau lebih, melainkan menggunakan Pasal 11 yang mensyaratkan ancaman pidana 1 tahun sampai 5 tahun.
Pasal 182 huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tersebut juga memuat klausul pengecualian yang mengatakan “Kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”
Dengan adanya klausul pengecualian itu maka ia seharusnya dikecualikan dari pembatasan dalam pasal 182 huruf g dimaksud karena telah mengumumkan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana, melalui penerbitan tiga jilid buku berjudul Menyibak Kebenaran yang telah beredar luas di masyarakat.
Ia juga telah mengumumkan kepada publik statusnya mantan terpidana melalui surat keterangan Ka Lapas Sukamiskin Bandung dan Surat Keterangan Kejaksaan serta pemberitaan di media massa.
Dengan demikian maka dirinya seharusnya dikecualikan dari pembatasan dalam Pasal 182 huruf g tersebut di atas, karena semua unsur pengecualian yang dimaksud dalam pasal 182 huruf g tersebut telah terpenuhi.
Keputusan KPUD Sumbar itu menurutnya juga telah mendatangkan kerugian materiil dan non-materiil.
Sebelumnya KPU Sumbar menyatakan Irman Gusman tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai calon anggota DPD RI dapil Sumbar di dalam DCT.
Hal itu menindaklanjuti Surat Dinas KPU RI Nomor 1096 Perihal Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Agung.
Melalui surat tersebut, KPU Provinsi diperintahkan untuk mempedomani Putusan MA Nomor 28 Tahun 2023 pada masa penyusunan Daftar Calon Tetap DPD.*
Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023
Duhhh edan tenan