Misalnya, di Kabupaten Ogan Ilir, sesuai dengan kontrak seharusnya Plik ada di 17 titik dan Mpilk 10 unit.
"Di lapangan kami berkunjung ke dua lokasi di kecamatan Indralaya dan Indralaya Utara. Di lokasi tersebut kedua lokasi Plik sudah berubah peruntukannya menjadi warung internet. Lokasinya berada di pinggir jalan raya utama. Tidak sesuai dengan keharusan lokasi yang mensyaratkan harus berada di daerah yang jauh dari pusat keramaian," kata Nurul melalui BBM di Jakarta, Jumat.
Padahal, kata Nurul, program tersebut seharusnya untuk daerah-daerah terpencil agar akses informasi dan layanan internet dapat dilakukan untuk masyarakat yang membutuhkan dan sulit menjangkau ke area kota. Untuk MPLIK sendiri, kata politisi Golkar itu, lebih kacau lagi.
Ia menyebutkan, ada satu mobil yang laptopnya diangkut ke rumah dan digunakan sebagai alat kantor mereka.
"Yang menarik adalah pernyataan bahwa yang mendapat kontrak kerja sama dari Kemenkominfo pada umumnya dari partai tertentu saja. Juga ada yang harus membayar sejumlah uang, padahal seharusnya gratis karena semua dibayar negara," kata dia.
Ditambahkannya, mobil MPLIK juga pada umumnya tidak memiliki STNK.
"Hal itu yang kami temukan di 4 mobil di kota Palembang. Alasannya, STNK sedang diperpanjang, padahal masa berlakunya masih lama," kata dia.
Yang lebih mengenaskan, program MPLIK dan PLIK yang dicanangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak pernah disosialisasikan kepada pemerintah daerah atau Bupati dan Camat.
"Bupati dan camat-camat tidak mengetahui ada program ini," ungkap Nurul. (*)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013