Yogyakarta (ANTARA News) - Kabut tebal hingga Sabtu pagi masih menyelimuti Gunung Merapi sejak beberapa hari terakhir, sehingga pengamatan visual terhadap aktivitas gunung itu terhambat. Sementara itu, seismograf di sekitar puncak yang selama ini menjadi andalan untuk mencatat kegempaan, sempat `ngadat` atau tidak berfungsi, karena `lempengan` penyerap sinar matahari sebagai tenaga pembangkit alat itu tertutup abu vulkanik."Tetapi sekarang alat tersebut sudah berfungsi kembali, setelah abu dibersihkan," kata Suryono petugas Pos Pengamatan Merapi di Kaliurang, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu. Ketika dihubungi ANTARA News, ia mengatakan seperti hari-hari sebelumnya kabut tebal menghalangi pengamatan visual terhadap aktivitas gunung itu. "Sejak pukul 00.00 hingga 09.00 WIB, Sabtu, gunung ini sama sekali tidak terlihat," ujarnya. Meskipun secara visual tidak teramati, ia memastikan guguran lava pijar masih terjadi, karena suara guguran itu terdengar jelas dari pos pengamatan. Gunung Merapi (2.965 mdpl) di perbatasan wilayah Jawa Tengah dan DIY yang sejak 12 Juli lalu status aktivitasnya diturunkan dari "awas" menjadi "siaga", sejak beberapa hari terakhir hampir sepanjang pagi, siang hingga malam diselimuti kabut tebal, sehingga menghalangi pengamatan visual terhadap aktivitas gunung tersebut. Namun, menurut Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Drs Subandriyo, dari hasil rekaman seismograf, Kamis, tercatat terjadi gempa guguran 127 kali, gempa tektonik enam kali, dan gempa fase banyak atau multiphase (MP) satu kali. Sedangkan gempa vulkanik dan gempa karena awan panas tidak terjadi. Kemudian Jumat dari pukul 00.00 sampai 06.00 WIB seismograf mencatat terjadi gempa guguran 38 kali, dan gempa tektonik tiga kali. Sedangkan gempa MP, gempa vulkanik serta gempa karena awan panas tidak terjadi. Kata dia, meski status aktivitas Merapi saat ini "siaga", BPPTK masih merekomendasikan agar wilayah di sepanjang alur Kali Gendol, Boyong, Krasak dan Kali Sat dalam radius enam kilometer dari puncak gunung, dan jarak 300 meter dari tebing sungai-sungai itu tetap dikosongkan karena masih berpotensi terancam awan panas. Masyarakat juga diimbau untuk menghentikan semua kegiatan termasuk penambangan pasir di sungai, serta bertani, berkebun dan beternak di sekitar sungai yang berhulu di gunung itu pada radius enam kilometer dari Merapi. "Pendakian ke puncak gunung ini masih dilarang," tandasnya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006