Palangka Raya, (ANTARA News) - Sungai Kahayan yang merupakan salah satu dari 11 sungai besar di Kalimantan Tengah, dari berbagai hasil penelitian selama ini menunjukkan tingkat pencemaran yang cukup tinggi.
Kepala Badan Pengelola dan Pelestarian Lingkungan Hidup Daerah (BPPLHD) Provinsi Kalteng Moses Nicodemus, di Palangka Raya, Sabtu (15/7) menyatakan sungai tersebut sejak lama telah mengalami pencemaran akibat aktifitas penambang emas tanpa ijin (Peti) di sungai.
Manurut dia, berdasarkan hasil uji laboratorium dilakukan pihaknya, sungai Kahayan tercatat pernah memiliki tingkat kekeruhan dan kandungan mercury cukup tinggi melebihi ambang batas aman.
"Tingkat kekeruhan dan kandungan mercury di sungai itu bisa mencapai empat kali lipat dari ambang batas yang ditentukan aman. Ambang batas tingkat kekeruhan adalah 25 NTO sementara kami pernah mencatat tingkat kekeruhan hingga 100 NTO," lanjutnya.
Hal tersebut juga terjadi pada kandungan mercury, kata Moses. Kandungan mercury normal sekitar 0,0001 mg per liter sedangkan dari data kami tercatat 0,0004 mg per liter.
Oleh karena itu, Ia menduga terdapat korelasi antara pencemaran sungai dengan kehadiran Peti di sungai tersebut. Hal itu disebabkan aktifitas Peti seringkali menggunakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan limbah pencemar bagi sungai, seperti mercury.
Moses mengemukakan, upaya pemantauan kualitas air sungai minimal dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun terutama pada saat pergantian musim.
"Sebaiknya hal tersebut dilakukan pada Juni dan November, sehingga kualitas air dari kedua musim bisa terpantau dengan baik. Selain itu, perlu juga diikuti pengamatan perubahan sumber pencemaran air, apakah itu dari Peti, industri atau perusahaan," ujarnya.
Namun hal tersebut diakuinya masih sulit dilaksanakan akibat keterbatasan dana dan sumber daya manusia. Bahkan, hingga kini dari sebelas aliran sungai besar di Kalteng, hanya dua aliran sungai yang telah dipantau pihaknya.
"Kami baru sanggup memantau sungai Kahayan dan Barito. Sisanya sebanyak sembilan sungai besar lainnya hingga sekarang masih belum dapat kami pantau," ucapnya.
Kendala dana dan personil tersebut, tambah Moses, masih belum dapat diselesikan dan membutuhkan perencanaan terkoordinasi dan komprehensif atara pimpinan daerah setempat dalam penangannannya.
"Kami mencoba mengusulkan agar provinsi membentuk semacam balai pengelolaan kelestarian sungai tersendiri agar pemantauan terhadap sungai-sungai yang ada lebih maksimal," imbuhnya.(*)
Copyright © ANTARA 2006