Jakarta (ANTARA) - Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menyatakan potensi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih belum hilang kendati sempat menguat pada penutupan perdagangan Senin (30/10).
“Rupiah ditutup menguat kemarin (Senin, 30/10) terhadap dolar AS, tapi penguatan tidak jauh dari level Rp15.900 per dolar AS, sehingga ada kemungkinan potensi pelemahan rupiah masih belum hilang,” ungkap dia ketika dihubungi Antara Jakarta, Selasa.
Adanya kemungkinan pelemahan rupiah dipicu antisipasi pasar terhadap jelang keputusan Bank Sentral AS dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada pekan ini.
Pengendalian inflasi dan penguatan kondisi ketenagakerjaan akan menjadi topik pembicaraan dalam pertemuan FOMC. Inflasi masih menjadi fokus karena melenceng jauh dari target 2 persen, dan para pejabat AS bakal mempertanyakan apakah kebijakan saat ini masih cukup mendorong inflasi turun atau perlu kebijakan baru.
Adapun sentimen lain yang diprediksi melemahkan rupiah berasal dari eskalasi konflik antara Israel melawan Hamas (kelompok perjuangan Palestina).
Seperti diketahui, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Sabtu (28/10) mengatakan bahwa pasukan rezim Zionis Israel telah melancarkan serangan darat ke Gaza, Palestina, sebagai bagian dari "perang tahap kedua" untuk menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, serta membebaskan para tawanan.
“Rupiah masih berpeluang kembali melemah masuk lagi ke area Rp15.900 dengan potensi resisten di kisaran Rp15.930-Rp15.950. Sementara potensi support di sekitar Rp15.860,” kata Ariston.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi menguat sebesar 0,09 persen atau 13 poin menjadi Rp15.877 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.890 per dolar AS.
Baca juga: Dolar AS melemah seiring pasar nantikan keputusan The Fed
Baca juga: Emas naik tembus 2.000 dolar AS per ounce
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023