Ini 'seasonal' (musiman) karena kebutuhan dolar tidak terpenuhi untuk membayar utang luar negeri,"Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Ekonomi LIPI Latif Adam menilai intervensi Bank Indonesia cukup efektif dalam menangani depresiasi rupiah karena bisa memperbaiki kondisi psikologis investor sebagai jaminan perlindungan yang memberikan rasa aman.
"Biarkan saja BI itu intervensi karena memberikan dampak psikologis kepada investor dan dia merasa aman karena ada semacam perlindungan dari pemerintah di tengah-tengah gejolak ini," katanya kepada ANTARA News, Jumat.
Menurut Latif, pelemahan rupiah tersebut dipengaruhi oleh impor dan pembayaran utang luar negeri oleh pemerintah maupun perusahaan yang secara umum dilakukan pada pertengahan tahun.
"Ini 'seasonal' (musiman) karena kebutuhan dolar tidak terpenuhi untuk membayar utang luar negeri," katanya.
Selain itu, Latif menjelaskan faktor-faktor lain di antarnya, neraca perdagangan defisit serta banyaknya portofolio investment yang menurunkan net selling dalam pasar modal.
"Secara relatif, persaingan pasar modal menurun. Strukturnya pun diisi pemain asing yang lebih dominan," katanya.
Dia menambahkan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yang tak kunjung segera diputuskan juga berdampak pada sikap investor yang cenderung "wait and see".
Namun, Latif menilai kondisi tersebut belum sampai pada capital outflow yang terjadi di Thailand.
"Belum lah. Tapi tentu saja, fenomena ini mempengaruhi kepercayaan investor. Jika dibiarkan mungkin terjadi juga dan depresiasi rupiah akan berkelanjutan," tuturnya.
Karena itu, dia berharap intervensi BI terus dilakukan agar investor merasa aman ada perlindungan pemerintah.
Terkait, penaikkan suku bunga, dia menilai hal itu bisa dilakukan untuk menurunkan inflasi, tetapi harus hati-hati karena berdampak pada fiskal.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi komponen inti tahun periode Januari-Mei 2013 sebesar 0,99 persen dan tingkat inflasi komponen inti "year on year" (Mei 2013 terhadap Mei 2012) sebesar 3,99 persen.
"BI harus terus berikan intervensi karena masalah rupiah ini kita akui fundamental perekonomian. Intervensi BI bisa merestorasi depresiasi rupiah," katanya.
"Ini 'seasonal' (musiman) karena kebutuhan dolar tidak terpenuhi untuk membayar utang luar negeri," katanya.
Selain itu, Latif menjelaskan faktor-faktor lain di antarnya, neraca perdagangan defisit serta banyaknya portofolio investment yang menurunkan net selling dalam pasar modal.
"Secara relatif, persaingan pasar modal menurun. Strukturnya pun diisi pemain asing yang lebih dominan," katanya.
Dia menambahkan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yang tak kunjung segera diputuskan juga berdampak pada sikap investor yang cenderung "wait and see".
Namun, Latif menilai kondisi tersebut belum sampai pada capital outflow yang terjadi di Thailand.
"Belum lah. Tapi tentu saja, fenomena ini mempengaruhi kepercayaan investor. Jika dibiarkan mungkin terjadi juga dan depresiasi rupiah akan berkelanjutan," tuturnya.
Karena itu, dia berharap intervensi BI terus dilakukan agar investor merasa aman ada perlindungan pemerintah.
Terkait, penaikkan suku bunga, dia menilai hal itu bisa dilakukan untuk menurunkan inflasi, tetapi harus hati-hati karena berdampak pada fiskal.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi komponen inti tahun periode Januari-Mei 2013 sebesar 0,99 persen dan tingkat inflasi komponen inti "year on year" (Mei 2013 terhadap Mei 2012) sebesar 3,99 persen.
"BI harus terus berikan intervensi karena masalah rupiah ini kita akui fundamental perekonomian. Intervensi BI bisa merestorasi depresiasi rupiah," katanya.
Pewarta:
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013