...konsekuensi paling ringan..."

Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Sebanyak 78 tenaga kerja Indonesia (TKI) yang ditahan terkait insiden kerusuhan di KJRI di Jeddah, Arab Saudi, akan dideportasi ke Tanah Air sebagai konsekuensi tindakan hukum yang menjerat mereka.

"Hal itu merupakan konsekuensi paling ringan yang mereka hadapi, jangankan di luar negeri, siapapun yang melakukan tindakan melanggar hukum di Tanah Air tentunya akan mendapat konsekuensi hukum," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di sela pertemuan tingkat menteri FEALAC ke-6 di Bali, Kamis.

Marty menjelaskan saat ini tim konsulat yang dikirimkan telah bekerja seoptimal mungkin guna melayani perpanjangan dokumen para warga negara Indonesia yang berkepentingan.

Pemerintah Arab Saudi pada akhir April telah menerbitkan "pemutihan" bagi para pekerja asing ilegal yang ingin mengurus status imigrasinya menjadi legal ataupun meninggalkan negara itu tanpa menjalani hukuman.

Kebijakan yang berlaku hingga 3 Juli itu membuka kesempatan bagi para TKI yang telah tinggal lama di Arab Saudi ("overstayer") yang kemudian memadati KJRI Jeddah untuk mengurus status keimigrasian mereka.

Karena keterbatasan sumber daya manusia, pelayanan KJRI Jeddah tidak optimal dan menyebabkan hilangnya kesabaran sekitar 43 ribu TKI yang telah mengantre untuk mendapatkan kemudahan tersebut.

Seorang WNI dilaporkan meninggal akibat dehidrasi ketika kerusuhan yang disertai aksi pembakaran dan pengrusakan bangunan KJRI di Jeddah terjadi pada Minggu (9/4).

"Saat ini situasi sudah tenang, para petugas konsulat bekerja tanpa henti untuk melayani para WNI yang mengajukan permohonan," kata Menlu Marty.

Selain meningkatkan jumlah tenaga konsulat, pemerintah juga bermaksud untuk melobi pemerintah Arab Saudi agar mau memperpanjang kebijakan amnesti terhadap warga negara Indonesia di Arab Saudi yang tidak memiliki dokumen atau sudah habis masa berlakunya.

Dalam jumpa pers di Jakarta pada Selasa lalu, Menlu Marty mengatakan upaya lobi tersebut akan dilakukan karena cukup banyak WNI yang ingin memanfaatkan kebijakan itu dengan memproses surat perjalanan laksana paspor (SPLP) itu.

Setelah kebijakan pemutihan berakhir, pemerintah Arab Saudi akan menerapkan hukuman tegas, sehingga para pelanggar aturan imigrasi akan menghadapi ancaman hukuman penjara hingga dua tahun dan denda sebesar 100.000 ribu riyal (atau setera Rp 265 juta).

Sebelumnya AFP melaporkan bahwa kebijakan tersebut ditempuh Arab Saudi dengan tujuan untuk menciptakan kesempatan kerja bagi para pengangguran di negara itu lewat pemotongan jumlah para pekerja asing.

Meskipun para pekerja migran melakukan pekerjaan bergaji rendah yang tidak akan diambil oleh orang Saudi sendiri, negara eksportir minyak terbesar di dunia itu merupakan tambang emas bagi jutaan orang dari negara-negara Asia dan Arab miskin yang dilanda tingkat pengangguran yang tinggi.

Pewarta: Panji Pratama
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013