Selama ini industri boneka sudah menciptakan rangkaian operasional usaha yang memiliki peluang besar dan peran penting dalam menciptakan lapangan kerja
Jakarta (ANTARA News) - Peluang industri manufaktur boneka Indonesia dinilai masih terbuka lebar baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional, kata Ketua Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia Widjanarko.
"Peluang besar tersebut sayangnya hanya dimanfaatkan oleh segelintir pengusaha besar saja dan masih sedikit yang mengembangkannya," kata Widjanarko di Jakarta, Kamis, dalam acara Kick Off Pekan Kreatifitas Boneka Indonesia 2013.
Pasar industri manufaktur boneka di Indonesia, menurut dia, segmennya luas dari mulai anak-anak hingga setelah dewasa sekalipun.
Pihaknya memprediksikan total kebutuhan boneka di Indonesia mencapai rata-rata 375 juta per tahun, belum termasuk produk yang dipesan untuk souvenir/promosi.
Dengan demikian, di dalam negeri dibutuhkan setidaknya 2.000 pelaku industri kecil menengah bidang manufaktur boneka agar bisa memenuhi kebutuhan boneka dalam negeri.
Sementara untuk pasar ekspor, sejumlah negara maju di Eropa, Amerika Serikat, hingga Jepang telah melayangkan permintaan yang besar kepada sejumlah pengusaha pembuatan boneka di Tanah Air.
Namun, pihaknya melihat para pelaku usaha industri boneka atau mainan di Indonesia terutama yang masih berskala industri rumahan hampir selalu menghadapi masalah dalam pengembangan usaha mereka.
"Mereka ini masih hanya menjadi sebatas penjahit yang tidak boleh mengubah pola, jadi tergantung pesanan sehingga kreativitas tidak berkembang," katanya.
Selain itu, akses mereka terhadap kebutuhan para pembeli juga rendah atau dengan kata lain pengusaha kurang mengetahui jenis boneka atau mainan yang diinginkan pasar.
Pada kesempatan yang sama, salah satu pengusaha boneka yakni Direktur PT Leonsehati Katharina Gosal mengatakan keterbatasan itu pula yang membuat para pelaku usaha di bidang industri boneka di Indonesia menjadi lemah kedudukannya saat berhadapan dengan para pembeli baik dari dalam maupun di luar negeri.
"Hal itu terutama dari segi negosiasi harga maupun dari bentuk kreativitas boneka yang dikerjakan," katanya.
Kendala lain yang dihadapi adalah bahan baku yang masih dimonopoli segelintir pemasok, kurangnya komunikasi dengan para pembuat kebijakan, dan skala bisnis yang masih kecil dengan modal yang sangat terbatas.
Sementara itu Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Media, Disain dan IPTEK Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Harry Waluyo mengatakan pihaknya yakin usaha manufaktur boneka dan mainan lokal bisa berkembang.
"Kami memberikan perhatian besar bagi industri yang mendukung pengembangan industri kecil menengah," katanya.
Industri tersebut, kata Harry, memiliki potensi bisnis yang mampu memberikan peluang kerja bagi masyarakat Indonesia sekaligus peluang usaha yang menjanjikan.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013