"Potensi pelemahan nilai tukar rupiah masih ada sampai adanya kejelasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi, kondisi itu yang mendorong BI untuk melakukan intervensi," ujar Lana Soelistianingsih di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, posisi rupiah saat ini merefleksikan harga BBM subsidi. Jika harga BBM tidak jadi dinaikkan, rupiah diperkirakan kembali mengalami pelemahan yang cukup dalam terhadap dolar AS.
"Investor menunggu kebijakan BBM subsidi. Kalau jadi naik per 17 Juni ini tentu akan mengurangi tekanan pelemahan. Tapi kalau belum juga dinaikkan (kabarnya baru akhir juni atau awal Juli) atau ditunda sampai selesai Lebaran, tekanan rupiah berlanjut," kata dia.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi (13/6) bergerak menguat sebesar 11 poin menjadi Rp9.855 dibanding sebelumnya Rp9.866 per dolar AS .
Lana mengatakan bahwa menguatnya rupiah juga dipicu dari salah satu data klaim pengangguran AS yang tidak sesuai dengan ekspektasi sehingga diperkirakan The Fed akan menunda untuk mengurangi stimulus keuangannya.
"Kondisi itu membuat dolar AS melemah terhadap mayoritas mata uang di dunia, termasuk rupiah," kata dia.
Lana mengatakan bahwa BI yang menerbitkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) diharapkan dapat menandingi pergerakan kurs rupiah di pasar "non-delivery forward" (NDF) yang cenderung melemah.
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013