Saat itu Qoriah ingin mengurus surat keluar dari Arab Saudi karena hendak kembali ke kampung halamannya.
"Jadi, Qoriah bukan meninggal dunia saat mencuat kerusuhan di KJRI Jedah, tetapi di rumah sakit setelah kelelahan antre di loket KJRI Jedah," kata Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB H Zainal, di Mataram, Kamis.
Pada Minggu (9/6) sore mencuat kerusuhan di KJRI Jeddah akibat lambannya pelayanan pengurusan surat terkait kebijakan pemutihan atau amnesti yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi bagi warga negara asing yang overstayer atau kabur dari majikannya.
Zainal mengatakan, Qoriah sempat ikut antre di loket KJRI Jedah saat kerusuhan mencuat, namun ia tidak berhasil mendapatkan dokumennya saat itu, sehingga kembali lagi antre keesokan harinya.
"Tapi karena kondisi kesehatannya memburuk, ia dibawa ke rumah sakit dan meminta bantuan adiknya untuk antre mengurus dokumen `exit` dari Arab Saudi. Qoriah pun meninggal dalam perawatan di rumah sakit itu pada Senin (10/6)," ujarnya.
Kondisi cuaca saat itu, dilaporkan mencapai 45 derajat Celsius, sehingga ikut mempengaruhi memburuknya kondisi kesehatan TKW asal Bun Sumpak, Desa Puyung, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, NTB itu.
Semula, suami dan anak-anaknya TKW asal NTB itu menghendaki jenazah Qoriah dipulangkan ke kampung halamannya, namun akhirnya sanak keluarga merelakan dikuburkan di Jedah, setelah mendengar penjelasan bahwa untuk proses pemulangannya dibutuhkan waktu sedikitnya satu bulan.
Qoriah cukup lama bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jedah, Arab Saudi, dan sempat berkali-kali pulang untuk memperpanjang Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) untuk jangka waktu dua tahun.
Pewarta: Anwar Maga
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013