"Targetnya dari perspektif DPR, sesuai yang ada di draf kita, memasukkan aspek perlindungan ke dalam skema yang sudah ada. Dan, itu menjadi alasan kenapa kita ingin revisi itu (RUU PPILN, red.) karena miskin perlindungan bagi TKI," katanya, di Cilacap, Rabu.
Eva mengatakan hal itu kepada Antara usai menjadi pembicara dalam diskusi pada rangkaian kegiatan Jambore Buruh Migran 2013 di Balai Desa Sidaurip, Kecamatan Binangun, Cilacap, 11--12 Juni 2013.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa berbagai kasus yang dihadapi TKI merupakan dampak dari undang-undang yang miskin perlindungan.
Menurut dia, salah satu yang dipersoalkan DPR dalam RUU PPILN adalah keterlibatan swasta ke dalam mekanisme pengurusan TKI yang minim pengawasan oleh negara sehingga apa pun yang telah direncanakan, misalnya, pelatihan yang 60 hari atau enam bulan, hanya dilaksanakan selama dua hari.
"Kemudian ID (kartu identitas, red.) yang tidak sesuai dengan fakta. Itu akan `meledak` di tempat pengiriman, semua malapraktik oleh PPTKIS (Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta) yang bisa berlangsung karena pengawasan yang lemah, itu menyumbang problem terbesar kenapa sekarang banyak persoalan-persoalan TKI," kata dia yang juga anggota Panitia Kerja (Panja) RUU PPILN.
Terkait dengan berbagai permasalahan TKI, dia mengatakan bahwa hal itu merupakan kesalahan negara.
"Saya menyalahkan negara karena negara yang melaksanakan hukum. Hukumnya sendiri masih lemah, tetapi kemudian pengawasan hukum juga lemah," kata dia menegaskan.
Eva yang juga Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI menegaskan bahwa DPR mengawasi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), bukan mengawasi pelaksana-pelaksananya.
"Akan tetapi, kita dapat masukan, ternyata Menakertrans tidak cukup mengawasi secara ketat kinerja PPTKIS ini. Misalnya, ada yang nakal, terus ditutup, tetapi dibolehkan lagi untuk bikin yang baru," katanya.
Menurut dia, saat ini sudah terjadi persaingan antara Kemenakertrans dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dalam mengurus TKI.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013