Ini berdasarkan informasi yang disampaikan langsung oleh Holifah, anak korban yang juga bekerja sebagai TKI di Arab Saudi."

Sampang (ANTARA News) - Marwah binti Hasan, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dilaporkan meninggal dunia dalam kericuhan di depan Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6), berasal dari Kabupaten Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur.

Marwah binti Hasan merupakan warga Desa Plakaran, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang dan yang bersangkutan bekerja di Arab Saudi sejak 1998, kata Kepala Desa Plakaran, Moh Ersat, Selasa.

"Ini berdasarkan informasi yang disampaikan langsung oleh Holifah, anak korban yang juga bekerja sebagai TKI di Arab Saudi," katanya.

Ia menjelaskan Marwah binti Hasan memang berusia 55 tahun seperti yang disiarkan sejumlah media pascakericuhan di depan KJRI, Jedah itu.

Marwah Binti Hasan yang tewas dalam kericuhan itu semula dikabarkan berasal dari Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura.

Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bangkalan sebelumnya juga menyatakan Marwah binti Hasan yang dikabarkan meninggal dunia dalam kericuhan di depan KJRI memang merupakan warga Sampang.

Hal itu, karena berdasarkan kerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemkab Bangkalan, tidak ditemukan warga bernama Marwah Binti Hasan berumur 55 tahun.

"Memang ada tiga orang warga Bangkalan yang bernama Marwah binti Hasan, akan tetapi umurnya salah dan mereka juga merupakan warga yang tinggal di Bangkalan dan tidak menjadi TKI," kata Kepala Bidang Administrasi Kependudukan Dispenduk Capil Pemkab Bangkalan, Jayus Sayuti.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Michael Tene di Jakarta, Senin (10/6) pagi merilis, satu orang warga negara Indonesia dilaporkan meninggal dunia setelah terjebak dalam kericuhan yang terjadi di depan Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, pada Minggu (9/6).

Korban terjebak saat berdesak-desakan di depan loket untuk mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).

Desak-desakan di depan KJRI Jeddah itu melibatkan ribuan WNI yang ingin mengurus dokumen SPLP. Pengurusan dokumen itu merupakan kebijakan baru yang dilaksanakan Kedutaan Besar RI di Arab Saudi.

Hal itu dilakukan setelah pemerintah setempat mengumumkan akan memberikan amnesti bagi warga negara asing yang tidak memiliki dokumen lengkap guna menyempurnakan data diri mereka. Pendaftaran dibuka sejak 13 Mei hingga 3 Juli 2013.

Kebijakan pemutihan itu berlaku untuk semua "overstayers" dari berbagai negara. Karena itu, sejumlah negara yang memiliki "overstayers" dalam jumlah besar di Arab Saudi, termasuk Indonesia, memanfaatkan kebijakan amnesti tersebut dalam waktu yang terbatas dengan berbagai pemasalahannya.

Perkiraan jumlah "overstayers" beberapa negara lainnya yakni Filipina sekitar 20.000 orang, India (40.000) dan Bangladesh (100.000).

Kegiatan pelayanan oleh KJRI Jeddah berlangsung Sabtu hingga Kamis, sejak pukul 06.00 sampai 17.00 dan pengambilan SPLP dilakukan sejak 17.00 hingga 22.00 waktu setempat.

Mengingat cuaca dalam seminggu terakhir yang semakin panas, demi keselamatan dan kelancaran pelayanan, KJRI Jeddah sejak tanggal 8 Juni 2013 mengubah jam layanan permohonan SPLP menjadi pukul 16.00 hingga dini hari. Sementara itu, pemrosesan dokumen dimaksud dilakukan pada pagi hari hingga sore. Warga diminta mengikuti jadwal pelayanan yang telah dtetapkan tersebut.

Sampai hari Sabtu (8/6), warga Indonesia yang sudah mendaftar berjumlah 48.260 dan keseluruhannya telah diproses. Dari jumlah tersebut 12.877 sudah diserahkan dokumennya dan pada Senin (10/6) akan kembali diserahkan sebanyak 5.000 dokumen. Setiap hari rata-rata 7.000 WNI mendaftarkan diri. Angka tersebut cenderung meningkat. (ZIZ/T007)

Pewarta: Abd Aziz
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013