“Ini adalah kerja sama antarnegara dan program prioritas nasional. Kalau program negara itu kan siapa pun pemerintahnya harus tetap melanjutkan,” kata Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kemhan Marsekal Pertama TNI Dedy Laksmono dalam lokakarya yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Jumat.
Pernyataan itu dia sampaikan untuk menanggapi isu mandeknya pembayaran komitmen cost share Indonesia untuk proyek KFX/IFX, padahal sesuai kesepakatan awal pada 2014 Indonesia dibebankan 20 persen dari total biaya pengembangan pesawat tempur itu.
Sementara 60 persen keseluruhan biaya proyek yang mencapai 8,8 triliun won atau setara Rp100 triliun menjadi tanggung jawab pemerintah Korea, dan 20 persen berasal dari perusahaan pembuat pesawat Korea Aerospace Industries (KAI).
Dedy mengakui bahwa keterbatasan APBN menjadi hambatan pembayaran cost share Indonesia yang mencapai sekitar Rp14 triliun sampai 2026, yaitu untuk fase pengembangan, teknik, dan manufaktur.
Menurut dia, Kemhan hanya bisa mengalokasikan sekitar Rp1,5 triliun setiap tahun untuk kontribusi pada pengembangan KFX/IFX—yang tentu saja jumlahnya jauh dari cukup untuk membayar kekurangan kewajiban Indonesia.
“Untuk anggaran kami di Kemhan kewajiban itu sangat sulit. Kami sudah mengajukan penambahan anggaran tetapi Menteri Keuangan mengatakan tidak bisa,” ujar Dedy.
Karena itu, ujar dia, pemerintah Indonesia dan Korea masih terus bernegosiasi untuk mencari solusi dari masalah ini.
“Ke depannya kita berharap bisa memenuhi kewajiban ini. Karena kan kita malu juga, ibaratnya sudah sepakat tetapi dalam perjalanannya tidak jadi karena ada batasan APBN,” kata Dedy.
Sementara itu, Chief Representative Officer KAI Indonesia Office Woo Bong Lee mengatakan pihak Korea telah mengalokasikan sebanyak mungkin dana untuk melanjutkan proyek KFX/IFX.
“Kami sudah menambah anggaran sebanyak yang kami bisa peroleh, bahkan dengan berhutang pada bank. Sekarang kami menunggu uang datang dari pihak Indonesia,” tutur Lee.
Dia berharap pemerintah kedua negara bisa segera menemukan jalan tengah untuk mengatasi hambatan pendanaan ini, agar kemitraan Korea dan Indonesia bisa terus terjaga.
“Menurut kami, pemerintah Korea tidak akan mengambil keputusan buruk mengenai isu ini. Dan setahu saya pemerintah Korea dan Indonesia masih terus mendiskusikan masalah ini untuk mendapatkan solusi terbaik,” ujar dia.
Melalui kerja sama pengembangan KFX/IFX, kedua negara akan memproduksi 120 unit jet tempur untuk Korea dan 48 jet tempur untuk Indonesia.
Tidak hanya itu, Indonesia juga mendapat transfer teknologi yang akan mendorong industri pertahanan dalam negeri dalam produksi pesawat KFX/IFX untuk pasar global.
Baca juga: Moeldoko: Pengembangan jet tempur dengan Korsel harus dipikirkan betul
Baca juga: Menhan segera selesaikan kelanjutan Pesawat Tempur KF-21
Baca juga: Prabowo: Pemerintah akan penuhi komitmen ke Korsel soal pesawat KFX
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2023