"Saya bersyukur anak saya, Asrul Ananda bisa mengelola usaha dengan baik. Sejauh ini pun dia tidak ingin saya ikut campur di dalamnya," kata Dahlan pada sebuah seminar bisnis di Universitas Atmajaya, Jakarta, Selasa.
Di hadapan sekitar 300 mahasiswa dan dosen Atmajaya, dia membeberkan kisahnya jatuh bangun menjalankan bisnis yang dirintisnya sejak muda.
Dengan latar belakang ayah seorang buruh tani, dan ibu seorang buruh batik, Dahlan mengaku sesungguhnya tak memiliki jiwa wirausaha.
Awalnya dia membeli perusahaan yang hampir bangkrut, kemudian dikembangkan dengan kerja keras dan tekun, perlahan bangkit.
"Perusahaan waktu itu masih sangat kecil. Namun dikelola dengan baik, fokus dan kerja keras maka bisa berkembang seperti sekarang ini," ujar Dahlan menunjuk kerajaan bisnisnya Jawa Pos Group yang kini semakin menggurita.
Dengan semangat, disiplin, kerja keras, dan kesederhanaan Dahlan, Jawa Pos menjelma menjadi konglomerasi bisnis media dengan sekitar 120 media cetak dan sekitar 20 stasiun televisi lokal di Nusantara, serta sekitar 40 jaringan percetakan, pabrik kertas, pembangkit listrik, perminyakan, agrisbisnis, dan properti.
Pada seminar itu, seorang mahasiswa menanyakannya tentang pengalihan bisnis keluarga ke tangan anaknya yang disebut sang mahasiswa berjalan bisnis.
Dahlan sesungguhnya tidak ingin sang anak masuk menggeluti bisnis media, karena terlalu capek, dan sempat "membuang" anaknya yang ketika itu SMA untuk studi ke Amerika Serikat untuk menimba ilmu yang sesuai dengan bakatnya.
Namun sang anak memilih kuliah manajemen, media marketing dan sekembalinya ke Tanah Air pada 1999, direkrut menjadi wartawan Jawa Pos dengan jenjang karir normal mulai reporter, asisten redaktur, redaktur, penangungjawab halamann hingga dipercaya menjadi Pemimpin Redaksi.
"Terus terang itu tidak ada nepostisme di sana. Dia bekerja, bekerja, dan tenyata handal dan memiliki terobosan-terobosan sebagai jurnalis sekaligus mampu menjalankan perusahaan," ujar Dahlan.
Memasuki 2007, pria kelahiran 17 Agustus 1951 ini terpaksa beristirahat total karena harus menjalani transplantasi hati.
"Sejak itu saya sesungguhnya sudah tidak ingin bekerja lagi menjalankan perusahaan. Saya hanya ingin mengajar jurnalistik, menulis buku dan mengurus pesantren," ujar Dahlan.
Dahlan memberi gambaran bahwa jiwa bisnis harus diasah dan dilakukan sejak muda, tetap jangan hanya ingin mencari jalan pintas.
"Mumpung kalian masih jadi mahasiswa, maka cepat-cepatlah menerapkan ilmu manajemen dan kepemimpinan yang kalian peroleh. Jangan tunggu sampai mahasiswa semester tinggi. Leadership dan manajemen menjadi sangat inti," tutup Dahlan.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013