Baquba, Irak (ANTARA News) - Empat bom mobil dan serangan bunuh diri yang ditujukan pada pasar dan kafe di Irak menewaskan sedikitnya 23 orang, Senin, kata sejumlah pejabat.

Serangan-serangan itu merupakan yang terakhir dari rangkaian kekerasan di Irak yang menyulut kekhawatiran mengenai kembalinya perang sektarian besar, lapor AFP.

Tiga-belas orang tewas dan 53 lain cedera ketika dua bom mobil hampir serentak dan serangan bunuh diri menghantam sebuah pasar grosir di daerah sebelah utara Baghdad, kata seorang polisi dan petugas medis.

Pemboman itu terjadi di daerah Judaida al-Shat yang berpenduduk mayoritas Syiah di sebelah barat Baquba, ibu kota provinsi Diyala dan salah satu daerah paling banyak dilanda kekerasan di negara itu.

Serangan-serangan itu ditujukan pada para pemilik toko sayur dan buah yang memadati pasar itu, yang membeli bahan untuk perdagangan pada hari itu.

Sebuah bom lain meledak di sekitar pasar ikan di dekat Taji di ujung utara Baghdad, menewaskan sedikitnya tujuh orang, sementara sebuah kendaraan yang dipasangi bom juga meledak di kota wilayah utara, Tuz Khurmatu, menewaskan tiga orang.

Belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan itu, namun militan Sunni terkait Al Qaida sering menyerang orang Syiah yang mereka anggap sesat, dalam serangan-serangan bom serentak yang menimbulkan korban dalam jumlah besar.

Serangan-serangan di Baghdad dan penjuru lain Irak meningkat tajam dan Mei merupakan bulan paling mematikan sejak 2008, dimana lebih dari 600 orang tewas.

Seorang utusan PBB untuk Irak memperingatkan bahwa kekerasan sudah "siap meledak".

Ledakan-ledakan Senin itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.

Lebih dari 450 orang tewas dalam kekerasan pada April, sementara jumlah kematian pada Maret mencapai 271.

Sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.

Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.

Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.

Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.

Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.

Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.

Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.

Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013