PERDA HUTAN DI JAMBI SALING CAPLOK, KERUSAKAN HUTAN TERUS TERJADI
Jambi, 13/7 (ANTARA) - Pembuatan Peraturan Daerah (Perda) tentang kehutanan di Provinsi Jambi saling meniru atau mencaplok antara satu kabupaten dengan kabupaten lain dan mengacu pada pola lama.
Mekanisme yang diterapkan pun mengacu pada keputusan eksekutif seperti gubernur, bupati atau walikota yang mengacu pada pola lama UU No 5 tahun 1974, kata Ketua Pusat Studi Hukum dan Otonomi Daerah (PSK-Otda) Jambi, Sudirman di Jambi, Kamis (13/7).
Akibat saling tiru dan pihak legislatif pun (DPRD) yang terkesan hanya sekedar menetapkan membuat peraturan tentang pelestarian hutan di Jambi tidak jalan.
"Selama ini Perda di Jambi tidak ada satupun yang digagas DPRD dan hanya menyetujui atau menetapkannya," kata Sudirman dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi.
Seharusnya dalam penyusunan rancangan Perda itu melibatkan semua komponen, khususnya masyarakat, LSM, dunia usaha, dan perguruan tinggi untuk memberi masukan, saran, dan pertimbangan terhadap kebijakan yang dikeluarkan.
Misalnya dalam Riset PSHK-Otda pada Perda No 21 tahun 2001 yang dikeluarkan Pemkab Tanjung Jabung Barat tentang Retribusi Izin Pemungutan Hasil Hutan (IPHH) dan Perda No 15 tahun 2002 tentang Retribusi Hasil Hutan (RHH) tidak melalui tahapan yang baik.
Tahapan sinkronisasi Perda tersebut hanya berdasarkan produk bagian hukum, Dinas Kehutanan, dan Sekretariat Daerah Pemkab setempat, lalu dibahas dalam rapat paripurna satu hingga empat kali.
Perda tersebut juga mengacu dari Perda yang dikeluarkan Pemkab Batanghari. Artinya perda-perda tentang kehutanan di Jambi itu harus direvisi atau dibatalkan dengan membuat kebijakan baru melibatkan semua "stake holder" (melibatkan semua pihak).
Kebijakan tentang pelestarian hutan tanpa melibatkan semua pihak, diyakini proses pembangunan dan pengamanan hutan dari ancaman kerusakan dan penebangan liar tidak akan berjalan, dan akan terus menjadi persoalan yang tak tuntas, kata Sudirman.(*)
Copyright © ANTARA 2006