Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri (Menlu) Nur Hassan Wirajuda menilai bahwa proses penempatan duta besar (dubes) negara asing yang memerlukan pertimbangan DPR sebagai satu hal yang anomali, dan berpotensi melanggar praktik-praktik internasional. "Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia, tetapi saya tidak bangga dengan itu, terhadap proses penempatan dubes asing melalui pertimbangan DPR. Anomali ini bukan suatu hal yang dibanggakan. Proses ini sangat cumbersome," katanya di Gedung Departemen Luar Negeri, Jakarta, Kamis. Dalam seminar mengenai telaah Undang-Undang (UU) Nomor 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri itu, Wirajuda mengemukakan, hal itu mengakibatkan banyak dampak dari Deplu ke Istana (Kantor Presiden), Istana ke DPR, dan DPR kembali ke Istana. Hal itulah yang dinilainya tidak praktis cumbersome. "Kalau tidak cermat, berpotensi melanggar praktik-praktik internasional, layaknya pertimbangan terhadap agreement kepada duta besar asing diberikan atau ditolak dalam tiga bulan di masa lalu, sekarang masih sesekali terjadi penyimpangan," katanya. Ia pun menimpali, "Saya tidak dengan begitu mengatakan bahwa kelambatan karena di DPR, tetapi bisa jadi kelambatan masih di pihak pemerintah." Menanggapi proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang harus dijalani oleh para calon perwakilan Indonesia di luar negeri oleh DPR, Wirajuda menilai, pihaknya menghargai kerja keras pihak DPR. "Saya menghargai kerja keras Komisi I yang menyempatkan beberapa hari sampai tengah malam, tetapi apakah perlu sejauh itu, karena pertanyaannya menyangkut apa calon duta besar bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya?," katanya. Menurut dia, hal itu perlu diatur, karena berdampak terhadap sejumlah hal lainnya, termasuk masalah kerahasiaan. "Praktik internasional mensyaratkan bahwa calon duta besar untuk satu negara baru diumumkan kepada publik setelah agreement-nya diberikan. Sedangkan, ini bahkan belum masuk sudah berkibar di surat kabar," katanya. Wirajuda juga mengeluhkan hasil dari proses uji kelayakan dan kepatutan calon perwakilan RI di luar negeri seringkali sudah dilansir ke media massa, termasuk mengenai komentar-komentar buruk tentang calon duta besar. "Bayangkan, calon duta besar yang mewakili bangsa dan negara dikirim ke luar negeri, tetapi sudah dicaci maki di negaranya sendiri. Terus terang, ini menyulitkan kita," katanya. Walaupun begitu, ia mengatakan bahwa Deplu menghargai kemajuan-kemajuan yang dicapai di bidang itu, antara lain proses pemberian pertimbangan yang tidak lagi disampaikan ke publik. "Itu sudah langkah maju, tapi saya katakan tadi, kita refleksikan saja apa hal-hal yang berkaitan dengan ini, perlu diatur yang mengikat kita semua, agar karena itu, kita lebih tertib dalam proses seperti ini," demikian Wirajuda. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006