Seoul (ANTARA News) - Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) pada Kamis (6/6) secara prinsip sepakat melakukan pembicaraan resmi pertama mereka, setelah beberapa bulan peningkatan ketegangan militer dan sehari sebelum pertemuan puncak Amerika Serikat-China.

Satu tawaran kejutan dari Pyongyang mengusulkan diskusi yang berkisar pada masalah komersial dan kemanusiaan, dari pembukaan kembali kompleks industri bersama sampai melanjutkan reuni keluarga lintas batas.


Dalam balasan yang luar biasa cepat, Korea Selatan menyerukan pembicaraan tingkat menteri pada 12 Juni di Seoul, dan mendesak Korea Utara untuk membuka kembali saluran komunikasinya yang terputus untuk diskusi tingkat kerja mulai Jumat.


"Saya berharap ... dialog akan menjadi momentum bagi Korea Selatan dan Korea Utara untuk meningkatkan hubungan berdasarkan saling percaya," kata Menteri Unifikasi Korea Selatan, Ryoo Kihl-Jae, seperti dikutip AFP.

China, sekutu utama satu-satunya dan pendukung ekonomi Korea Utara, telah berada di bawah tekanan Amerika Serikat untuk mengendalikan negara tetangganya dan kesepakatan itu menjadi jawaban positif.

"China senang dan menyambut baik bahwa (Korea Utara dan Korea Selatan) sepakat untuk melanjutkan keterlibatan mereka dan dialog," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hong Lei.

Sekjen PBB Ban Ki-moon juga menyambut baik pengumuman tersebut.

"Ini merupakan perkembangan yang menggembirakan untuk mengurangi ketegangan dan mempromosikan perdamaian serta stabilitas di Semenanjung Korea," kata juru bicaranya dalam satu pernyataan.

Para pengulas pun menyambut perkembangan ini tetapi beberapa dengan hati-hati menyarankan, sifat yang tepat dan agenda dialog dapat membuat masalah-masalah yang mencuat bisa diatasi.

"Saya rasa ini merupakan upaya oleh Korea Utara untuk merebut inisiatif, tetapi itu terlalu dini untuk mengatakan apakah tawaran tersebut cenderung mengarah pada dialog yang tulus," kata Yang Moo-Jin, seorang profesor di Universitas Studi Korea Utara di Seoul.

Kontak resmi antara Seoul dan Pyongyang pada dasarnya telah beku sejak Korea Selatan menuduh Korea Utara mentorpedo salah satu kapal perangnya, Cheonan, pada Maret 2010, yang menyebabkan kematian 46 pelautnya.

Pada April dan Mei tahun ini ketegangan keduanya melambung ke tingkat mengkhawatirkan karena Korea Utara marah dengan latihan militer gabungan Korea Selatan-Amerika Serika dan sanksi PBB yang dikenakan setelah uji coba nuklir pada Februari.

Situasi telah tenang dalam beberapa pekan terakhir, dengan kedua pihak berputar pada gagasan membuka semacam dialog.

Usul Korea Utara, yang disampaikan lewat pernyataan Komite untuk Reunifikasi Damai Korea (Committee for Peaceful Reunification of Korea/CPRK), mengatakan tempat dan tanggal untuk pembicaraan "bisa diatur sesuai kenyamanan pihak Selatan".

Presiden Korea Selatan, Park Geun-Hye, menyambut gerakan Utara itu dan berkata: "Saya berharap ini akan menjadi momentum bagi Korea Selatan dan Korea Utara untuk memecahkan berbagai isu yang tertunda ... melalui dialog dan membangun kepercayaan."


Penerjemah: Askan Krisna

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013