Semarang (ANTARA News) - Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) untuk warga miskin merupakan dana kompensasi dari pemerintah karena adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Bantuan tersebut diberikan kepada warga miskin dengan target mereka tidak kaget secara berlebihan begitu menghadapi harga BBM naik yang diikuti dengan mahalnya harga kebutuhan bahan pokok.
Besaran bantuan BLSM sebesar Rp150 ribu akan diberikan kepada sekitar 180 juta rumah tangga setiap bulannya selama lima/enam bulan, sehingga di saat harga kebutuhan bahan pokok naik, daya beli warga tidak terhenti karena alasan tidak mampu membeli.
Bagi Ngatinah (50) yang sehari-hari bekerja sebagai penyapu jalan sangat berharap bisa mendapatkan bantuan apa pun namanya. Apalagi dirinya pernah menikmati bantuan langsung tunai (BLT).
Dana kompensasi kenaikan harga BBM juga terjadi pada saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla berupa bantuan langsung tunai (BLT).
Warga Wonosari VII RT 09/RW 03 Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan ini mengaku saat itu BLT yang diperolehnya dimanfaatkan untuk kepentingan ketiga anaknya yang masih sekolah.
"Saat itu, belum ada beasiswa miskin. Jadi begitu ada BLT bisa untuk mengurusi anak sekolah," katanya.
Ngatinah mengaku upah menyapu jalan sehari Rp16 ribu dan suaminya tukang becak dengan penghasilan tidak menentu rata-rata sehari Rp25 ribu, masih jauh untuk dapat hidup layak.
Ia pun khawatir begitu harga BBM naik, dirinya tidak mampu membeli sembako karena alasan tidak mampu. Kekhawatiran tersebut dikarenakan saat masih menjadi wacana kenaikan harga BBM sudah menyebabkan harga sembilan bahan pokok (sembako) apalagi harga BBM sudah naik.
"Barang-barang sembako harganya sudah naik, tetapi upah kami tidak bisa naik," katanya.
Ngatinah berharap pemerintah dapat kembali memberikan bantuan agar keluarganya dapat membeli sembako demi bertahan hidup.
"Kalau tahun ini ada lagi bantuan yang sama dengan BLT, kami akan bersyukur sekali," kata Ngatinah berharap.
Keinginan mendapatkan BLSM juga disampaikan Siti Inayah (43) yang sehari-hari bekerja mencari barang rongsokan. Warga Desa Sumberejo RT2/RW3, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak ini mengaku belum pernah mendapatkan BLT dengan dugaan tidak beresnya data pembagian.
"Ada yang punya sawah luas mendapat BLT, tetapi saya tidak pernah menerima BLT," kata Siti Inayah yang sudah 20 tahun mencari barang rongsok hingga Kota Semarang.
Ibu tiga anak yang seluruhnya masih sekolah ini berharap ada bantuan dari pemerintah untuk dapat meringankan beban hidupnya.
Ia mengaku bersyukur dari tiga anaknya dua di antaranya sekolah di SMP dan SD negeri, hanya satu anaknya yang SMK swasta.
"Kalau dipikir ya berat ada anak yang sekolah swasta setiap bulan harus membayar Rp80 ribu. Kalau ini nanti ada bantuan ya berharapnya bisa dapat," katanya.
Pertolongan Pertama
Keinginan Ngatinah dan Siti Inayah, hanya sebagian contoh dari keinginan warga miskin lainnya mendapatkan bantuan berupa uang tunai apalagi dalam kondisi harga sembako saat ini sudah naik menjelang Ramadhan.
Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang Ngargono menyebutkan bahwa meskipun saat ini harga BBM belum naik, sejumlah barang kebutuhan pokok masyarakat sudah naik. Kenaikan barang tersebut selain wacana kenaikan harga BBM, juga karena menjelang Ramadhan.
Saat ini sejumlah barang sudah naik seperti telur yang naiknya cukup tinggi dari harga Rp14 ribu hingga Rp15 ribu naik menjadi Rp17 ribu hingga Rp18 ribu per kilogram.
Sementara harga minyak goreng terjadi kenaikan Rp100 hingga Rp200 per kilogram dan harga beras naik Rp200 hingga Rp300 per kilogram.
Kenaikan harga sembako tersebut, bagi Pengamat ekonomi dari Universitas Stikubank Semarang Alimuddin Rizal Rifai merupakan hal wajar. Kenaikan harga BBM juga akan menjadi penyebab terjadi inflasi dan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun.
Dampak kenaikan harga BBM akan dirasakan berat bagi masyarakat di perkotaan karena mereka yang banyak mengakses sektor perdagangan dan sektor transportasi.
Berbeda dengan masyarakat perdesaan yang daerah sekitarnya dapat menopang kebutuhan hidup meskipun sekadar untuk makan sehari-hari dan minimnya mengakses transportasi.
Alimuddin menilai sangat tepat pemerintah memberikan bantuan sebagai kompensasi akibat naiknya harga BBM. BLSM untuk warga miskin dimaksudkan agar mereka tetap dapat membeli barang kebutuhan pokok selama daya beli masyarakat, akses transportasi, juga kebutuhan pokok terjadi penurunan.
Bantuan dari pemerintah tersebut diharapkan dapat memberikan dampak langsung yakni warga miskin dapat membeli barang yang menjadi kebutuhan hidup dasar dan mengurangi penderitaan karena daya beli merosot.
"Hanya saja, memang bantuan tersebut tidak boleh lama-lama karena akan dapat menimbulkan kemalasan dan dapat mengakibatkan masalah sosial seperti orang tidak mau bekerja karena mengandalkan bantuan dari pemerintah," katanya.
Sifatnya yang sementara, BLSM hanya diberikan dalam lima atau enam bulan, setelah itu masyarakat miskin masih dapat mendapatkan bantuan nontunai seperti mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.
"Akan lebih bagus lagi jika di Indonesia bisa menerapkan layanan transportasi gratis untuk warga miskin seperti yang sudah diterapkan di beberapa negara," katanya.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Searang Anang Budi Utomo juga sependapat bahwa BLSM sangat penting untuk warga miskin dan sifatnya hanya menjadi pertolongan pertama saat menghadapi kenaikan BBM.
"Karena sifatnya pertolongan pertama, maka bantuan tidak dapat diberikan untuk jangka panjang. Untuk jangka panjang, di Kota Semarang sudah ada program berupa penyelamatan, penguatan, dan pemberdayaan warga miskin," katanya.
Pemerintah harus mengambil pilihan sulit dan tidak populer menaikkan harga BBM karena untuk menyelamatkan fiskal dan ekonomi agar defisit tidak menjadi besar.
Kenaikan inflasi dipastikan tidak terhindarkan akibat kenaikan harga BBM dan masyarakat miskin harus dilindungi.
Berdasarkan hitungan Kementerian Keuangan, kenaikan harga BBM juga mengakibatkan angka kemiskinan hingga akhir 2013 meningkat hingga 13,11 persen. Tetapi dengan adanya program kompensasi termasuk BLSM, kenaikan angka kemiskinan dapat ditekan menjadi 11,22 persen.
Oleh Nur Istibsaroh
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013