Kebijakan tidak peka ini tidak diragukan lagi merupakan bagian dari sikap pemerintah yang semakin otoriter dan represif."
Istanbul (ANTARA News) - Pemenang Hadiah Nobel Sastra Turki novelis Orhan Pamuk, Rabu, mengecam apa yang ia sebut sebagai pendekatan "represif" pemerintahan Recep Tayyip Erdogan seraya mengatakan bahwa hal itu justru merupakan penyebab kerusuhan dengan kekerasan.
Pamuk, 60, seorang tokoh budaya utama yang dikenal melalui novel-novel karyanya antara lain "Snow" dan "My Name is Red ", telah memberikan dukungan kepada para demonstran yang telah melakukan unjuk rasa selama enam hari terhadap Erdogan, lapor AFP.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan secara dalam jaringan oleh surat kabar Hurriyet, Pamuk mengkritik pemerintah karena tidak melakukan konsultasi dengan publik atas rencananya untuk membangun kembali sebuah taman Istanbul yang menjadi akar protes.
"Kebijakan tidak peka ini tidak diragukan lagi merupakan bagian dari sikap pemerintah yang semakin otoriter dan represif," tulisnya.
Sebuah kampanye melawan proyek itu meledak menjadi protes umum di Turki setelah polisi menyemprotkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa damai pekan lalu di taman tidak jauh dari pusat Istambul, Taksim Square.
Pamuk telah berulang kali bentrok dengan pemerintah di Turki.
Hadiah Nobel yang diterimanya pada tahun 2006 itu juga menyebabkan keributan karena diberikan setahun setelah ia memecahkan tabu di Turki dengan mengatakan dalam sebuah wawancara majalah bahwa "satu juta orang Armenia dan 30 ribu orang Kurdi tewas" di sana selama Perang Dunia Pertama.
Pada Rabu ia memuji para pengunjuk rasa yang membela taman itu, tonggak sejarah populer serta salah satu tempat hijau terakhir di kota tersebut.
"Melihat bahwa mereka tidak akan mudah menyerahkan kenangan mereka telah memberi saya harapan untuk masa depan," tulisnya. (G003/AK)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013