Jayapura (ANTARA News) - Warga mayarakat di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, takut beraktivitas ke luar rumah menyusul konflik berkepanjangan antara pihak eksekutif dan legislatif di daerah tersebut tidak kunjung selesai sejak 23 Maret 2013.
"Saat ini tidak ada warga yang berkebun, tidak ada anak-anak ke sekolah atau PNS yang kerja di Kenyam, Ibu Kota Kabupaten Nduga karena semuanya takut beraktivitas sejak terjadi perang suku," kata salah seorang warga Nduga Bernard Kogoya saat dihubungi ANTARA dari Jayapura, Papua, Kamis.
Ia mengaku, bahwa bersama sejumlah rekan kerjanya dan keluarga telah berada di kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya sejak bulan lalu dan masih takut untuk kembali bekerja di Nduga. "Saya sudah sebulan lamanya di Wamena, tidak ada pesawat yang melayani secara reguler ke Kenyam, kecuali carter. Saya, suadara-saudara dan rekan kerja masih takut kembali kesana karena tidak ada jaminan keamanan," kata PNS Kesbangpol Kabupaten Nduga.
Menurutnya sejak dikabarkan terbunuhnya salah satu pejabat Kabupaten Nduga di Wamena, Kabupaten Jayawijaya pada 23 Maret lalu, suasana tegang di Kenyam dan sekitarnya langsung meningkat. "Semua warga berjaga-jaga, saling curiga satu sama lainya. Mereka takut ada yang saling menyerang karena ada pejabat yang terbunuh," katanya.
Sementara itu, sekertaris jenderal Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga Indonesia (IPMNI) Ronal Lokbere juga membenarkan hal itu.
"Orang tua dan saudara-saudara saya di Nduga sudah pada mengungsi ke daerah sekitar seperti Wamena, Kabupaten Jayawijaya, bahkan ada yang turun langsung ke Sentani, Kabupaten Jayapura," katanya.
Ronald menyampaikan masalah ini lama ditangani dan disikapi oleh semua pihak terkait maka bukan tidak mungkin jalanya roda pemerintahan di Kabupaten Nduga dipastikan akan mace total.
"Yah, kalau pemerintah lambat merespon. Maka pemekaran yang diharapkan mensejahterahkan rakyat Nduga dipastikan tidak berhasil karena konflik kepentingan yang sedang berlangsung," katanya.
Dia berharap, secepatnya pihak Polda Papua dan TNI segera turun dan membantu memediasi masalah konflik yang sedang terjadi di Nduga yang telah menjalar ke daerah sekitarnya.
"Jika pemerintah Nduga tidak berhasil menyelesaikanya. Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Pusat harus segera bertindak, jangan biarkan rakyat jadi korban. Katanya ingin majukan orang Papua dari ketertinggalan kenapa ada masalah ini tidak segera di sikapi," katanya dengan nada kesal.
Seperti diberitakan sebelumnya, konflik Nduga terjadi berawal karena masalah rapat koordinasi penetapatan jumlah distrik, daerah pemilihan (Dapil), daftar pemilih tetap (DPT), dan jumlah kurisi di dewan untuk Pemilu 2014 pada 23 Maret 2013 lalu disalah satu hotel ternama di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Saat itu rapat yang digelar oleh KPU setempat, tidak ada titik temu antara pihak DPRD Nduga (Legislatif) dan Bupati Kabupaten Nduga (Eksekutif) soal perubahan untuk Pemilu 2014 nanti. Yang berujung pada pembicaraan yang alot dan menjurus kearah kekerasan fisik, sehingga dilaporkan Kepala Bagian Tata Usaha Kabupaten Nduga Yustinus Gwijangge tewas kena benda tajam.
Dan sejak saat itu mulai dilaporkan telah terjadi perang suku di kampung Yilekma dengan satu orang tewas, puluhan rumah hangus terbakar, ratusan orang luka-luka. Masalah ini juga sudah coba diupayakan untuk diselesaikan oleh pihak-pihak berkompeten tetapi tidak kunjung selesai. Sehingga buntutnya, masalah itu menyebar ke daerah lainya, karena pada 29 Mei 2013 salah satu anggota DPRD Kabupaten Nduga diberitakan tewas terbunuh yang diduga karena masalah tersebut.
"Yang kami tahu, saat ini sudah ada tujuh orang tewas karena konflik kepentingan, puluhan rumah hangus terbakar, ratusan warga luka-luka karena perang suku. Dan aktivitas pemerintahan di Nduga tidak berjalan alias macet total," tambah Ronal Lokbere.
Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013