Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar-bank Jakarta, Kamis pagi, menurun mendekati level Rp9.100 per dolar AS menjadi Rp9.090/9.098 (Pkl 09.30) dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya pada posisi Rp9.035/9.097 per dolar AS. "Turunnya rupiah terutama disebabkan pelaku pasar terus berspekulasi membeli dolar AS, sehingga menekan mata uang lokal itu," kata Analis Valas PT Bank Panin Tbk, Jasman Ginting, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, spekulasi beli dolar AS terjadi, setelah data keuangan AS menunjukkan bahwa defisit transaksi perdagangan AS hanya naik tipis, jauh di luar perkiraan, akibat menguatnya harga minyak dan tingginya minat beli konsumen AS membeli produk impor. Defisit transaksi berjalan AS pada Mei mencapai 63,84 juta dolar AS dibanding bulan lalu yang mencapai 63,34 juta dolar. Akibatnya dolar AS terhadap yen dan euro merosot yang menurut sebagian analis memang disengaja agar defisit transaksi berjalan AS tidak membengkak, meski para eksportir Jepang mengeluh, perlambatan ekonomi AS sangat mempengaruh `gain` yang akan diperoleh dari negara Paman Sam itu, katanya. Rupiah, lanjut Jasman Ginting, tertekan setelah penurunan suku bunga LPS sebesar 50 basis poin yang membuat bunga deposito turun yang artinya pendapatan orang yang menyimpan rupiah akan semakin kecil, meski rupiah dinilai masih menarik. Saat ini perbedaan antara BI rate dan suku bunga bank sentral AS, The Fed, masih tinggi. Suku bunga The Fed adalah 5,25 persen dan BI Rate 12,25 persen selisih 7 persen. Jadi koreksi harga yang terjadi terhadap rupiah, karena mereka (pelaku pasar) masih mencari untung sambil menunggu hasil keputusan bank sentral Jepang (BOJ) yang sedang membahas suku bunga nol persen, tuturnya. Selain itu, katanya, masyarakat juga akan memperhatikan inflasi dalam melakukan simpanan. Ia mengatakan, jika inflasi di akhir tahun di bawah 10 persen maka rupiah masih menarik karena suku bunga simpanan masih di atas inflasi, artinya uang yang disimpan tidak tergerus inflasi. Pada kesempatan itu, Jasman mengatakan, setuju jika BI rate dan suku bunga LPS tidak diturunkan secara tajam. "BI rate dan LPS hendaknya turun secara bertahap,"katanya. Jika BI rate dan LPS turun secara mendadak, katanya, bisa membuat rupiah tidak menarik lagi sehingga volatilitas rupiah akan tinggi, tegasnya. Rupiah seharusnya bergerak naik, namun pelaku lokal cenderung melakukan aksi lepas untuk mencari untung, setelah rupiah menguat hingga mendekati level Rp9.000 per dolar AS, ucapnya. (*)
Copyright © ANTARA 2006