Jakarta (ANTARA) - Goethe-Institut kembali menggagas edisi keempat belas gelaran Science Film Festival (SFF) di Indonesia dalam mengusung tema "Agenda Dekade Restorasi Ekosistem dari PBB" sebagai komitmen menyoroti pentingnya pertimbangan ekosistem dalam pengelolaan lahan, air, dan sumber daya hayati secara terpadu.
"Komitmen ini juga menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk meningkatkan upaya mengatasi penggurunan, degradasi lahan, erosi dan kekeringan, kehilangan keanekaragaman hayati, dan kelangkaan air," kata Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru Dr. Stefan Dreyer saat sesi diskusi jelang pembukaan festival di kantor Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Jakarta, Sabtu.
Stefan mengatakan bahwa hal-hal tersebut dipandang sebagai tantangan lingkungan, ekonomi, dan sosial dalam pembangunan berkelanjutan global. Dengan cara menghadirkan film dari berbagai belahan dunia dengan topik-topik ilmiah untuk penonton muda, Stefan melanjutkan, pihaknya berharap dapat menumbuhkan kreativitas serta semangat pemuda bereksplorasi dan mencintai sains.
"Pada tahun ini, perhatian Science Film Festival terhadap pemulihan ekosistem ditandai oleh seleksi film-film internasional berkaitan dengan topik tersebut. Goethe-Institut berkomitmen membuka dunia sains kepada sebanyak mungkin generasi muda baik di Indonesia maupun di negara-negara lain tempat festival berlangsung," terang dia.
Baca juga: Science Film Festival 2018 targetkan 100ribu lebih pengunjung
Sementara itu, Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste Ina Lepel menyatakan bahwa melalui sains, manusia semakin memahami tentang pentingnya ekosistem yang sehat bagi kehidupan, upaya mengatasi perubahan iklim, dan pelestarian keanekaragaman hayati.
"Tak diragukan lagi, kemajuan di bidang sains akan memainkan peran yang sama pentingnya dalam rangka menemukan solusi bagi tantangan yang kita hadapi. Science Film Festival adalah program menarik yang memadukan dua dunia yaitu dunia sains-riset dan dunia film yang identik dengan hiburan dan keriaan," terang dia.
Ina mengapresiasi gelaran festival karena ikut membangun kesadaran tentang nilai penting restorasi ekosistem sekaligus mendorong generasi muda untuk aktif terlibat dan menyoroti sains sebagai kunci dalam restorasi tersebut.
Pada tahun 2023, SFF menjadi mitra pendukung resmi agenda Dekade Restorasi Ekosistem dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Agenda tersebut mengacu kepada periode 2021 hingga 2030 yang sekaligus merupakan tenggat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Periode tersebut diyakini para ilmuwan sebagai jendela terakhir untuk mencegah perubahan iklim yang berpotensi membawa bencana. Restorasi ekosistem berarti membantu ekosistem yang rusak atau hancur untuk kembali pulih, sekaligus melestarikan ekosistem yang masih utuh.
Festival tahun ini didukung oleh sejumlah mitra utama yaitu Kemendikbudristek, Kedutaan Besar Republik Federal Jerman; inisiatif “Sekolah: Mitra menuju Masa Depan” (PASCH); Bildungskooperation Deutsch (BKD); Rolls- Royce; Universitas Paramadina; Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya; Universitas Negeri Jakarta, dan PGRI.
Tak hanya itu, penyelenggaraan festival ini bekerja sama dengan lebih dari 300 mitra lokal, di antaranya mencakup sekolah, institusi pendidikan, pusat sains, komunitas, dan mitra media.
Tahun ini, SFF di Indonesia digelar secara hibrida mulai 21 Oktober hingga 30 November 2023 dengan memutarkan sebanyak 18 film dari 12 negara yakni Afrika Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Brasil, Chile, Indonesia, Inggris, Jerman, Kazakhstan, Kolombia, Tanzania, dan Thailand.
Baca juga: Science Film Festival hadir di 55 kota Indonesia
Baca juga: Mengemas sains jadi lebih menarik lewat film
Baca juga: Bincang-bincang bersama Yosep Anggi Noen di Festival Film Tokyo 2019
Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023