"Utamanya kultur sosial masyarakat yang masih patriarki, masih belum yakin perempuan bisa jadi pemimpin," kata Staf Ahli Menteri Bidang Partisipasi dan Lingkungan Strategis KPPPA Titi Eko Rahayu dalam media talk bertajuk "Perempuan dalam Politik dan Pencapaiannya", di Jakarta, Jumat.
Padahal, menurut Titi Eko Rahayu, ketika perempuan diberikan ruang atau kesempatan, mereka bisa menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin.
Baca juga: KemenPPPA: Kepemimpinan perempuan di pemerintahan harus diperjuangkan
"Masyarakat masih melihat pemimpin dari perspektif gender seolah-olah hanya laki-laki yang mampu menjadi pemimpin," katanya.
Untuk itu, KPPPA menggandeng Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam politik, termasuk mempersiapkan calon-calon legislatif untuk memiliki kapasitas dan pemahaman yang cukup sehingga mereka bisa terpilih.
"Menggandeng KPPI dan lembaga masyarakat lainnya yang peduli isu perempuan dalam politik untuk mengadvokasi," kata Titi Eko Rahayu.
Baca juga: Staf Ahli: Pemberdayaan perempuan minimalkan kekerasan-diskriminasi
Ia pun terus mendorong masyarakat perempuan untuk mendukung dan memilih caleg perempuan.
"Ini terus kita dorong agar masyarakat perempuan mau untuk mendukung perempuan agar lolos menjadi anggota legislatif," katanya.
Titi Eko Rahayu mengatakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi salah satu produk hukum yang dihasilkan dari kepemimpinan perempuan.
UU TPKS berhasil disahkan menjadi UU pada 2022 ketika Puan Maharani menjabat Ketua DPR RI.
Baca juga: Hari Perempuan Internasional, keterwakilan perempuan di politik kurang
"UU TPKS kan sudah 10 tahun lalu (diperjuangkan), tetpi baru diketok saat di bawah kepemimpinan perempuan, Ketua DPR dan Anggota DPR yang membahas saat itu, tentunya didorong oleh kelompok masyarakat sipil," katanya.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023