Menurut saya PAK yang saya buat bukan pemalsuan karena diketahui banyak pimpinan saya di LPMP Riau juga LPMP Wilayah Sumatra."

Pekanbaru (ANTARA News) - "Arwah" Bustarizal, tersangka buron kasus pemalsuan Penetapan Angka Kredit (PAK) bagi ribuan guru tahun 2010 pada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Riau mengungkapkan keterlibatan banyak pihak atas perkara yang dihadapinya itu.

"Sangat banyak yang terlibat dalam kasus ini. Semuanya yang terkait, bukan LPMP saja," kata Bustarizal yang berhasil ditemui di tempat persembunyiannya di salah satu rumah pada Kompleks Perumahan Gerya Permata Kulim (GPK), Kelurahan Kulim, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, Selasa (4/6).

Bustarizal sebelumnya merupakan staf LPMP Riau yang sempat dinyatakan telah meninggal dunia sejak tahun 2010 di Mekkah saat Umroh bersamaan dengan mencuatnya kasus pemalsuan PAK bagi lebih seribu guru di Riau.

Namun akhirnya warga yang mengenalinya kembali memergoki buronan ini dan berhasil menemuinya di rumah adiknya itu.

Ketika itu, aparat kepolisian telah mendapati informasi tentang keberadaan buronan ini, namun tidak segera melakukan penangkapan.

Bahkan beberapa mantan tenaga honorer LPMP yang mengenal Bustarizal sempat mengunjunginya dan bercerita di rumah tersebut, bersama juga dengan wartawan Antara.

Ketika itu, Bustarizal `curhat` tentang perkara yang tengah dihadapinya.

"Menurut saya PAK yang saya buat bukan pemalsuan karena diketahui banyak pimpinan saya di LPMP Riau juga LPMP Wilayah Sumatra," kata dia kepada warga yang menemuinya.

Untuk diketahui, akibat ulah buronan ini, ditahun 2010 ribuan guru di Riau diturunkan pangkat dan jabatannya oleh pihak kementerian karena didapati sertifikasi PAK yang dimiliki adalah palsu. Sebagian besar diantara para guru itu juga didapati mengajukan karya ilmiah palsu.

Kalangan guru yang menjadi korban Bustarizal beberapa diantaranya mengakui memberikan bayaran berkisar Rp3 juta hingga Rp10 juta untuk setiap karya ilmiah dan PAK.

Bustarizal mengakui kegiatan ilegalnya itu telah dilakoni sejak lama setelah mendapat `ilmu` ketika bekerja sebagai staf di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta.

Dia juga menggunakan salah satu rumahnya yang berada di Kelurahan Delima, Kecamatan Tampan, sebagai `pabrik` untuk membuat PAK bagi ribuan guru tersebut.

Rumah itu akhirnya dijual setelah kasus itu mencuat, Bustarizal bahkan sempat menghilang sebelum akhirnya dikabarkan meninggal dunia di Mekkah saat Umroh.

Namun setelah Antara melakukan penlusuran, didapati ternyata buronan ini sengaja meminta pihak keluarganya untuk memohonkan surat kematian ke pemuka masyarakat (RT) dan pihak Kelurahan Delima, Kecamatan Tampan, Pekanbaru, tempat sebelumnya dia tinggal bersama adiknya.

Surat kematian tersebut kemudian diajukan ke Polda Riau yang pada akhirnya sempat memutuskan untuk menutup perkara yang telah mendatangkan kerugian miliaran rupiah itu.

Belakangan, bahkan Bustarizal berani menginjakkan kaki lagi di Pekanbaru, dimana warga yang mengenalinya pertama kali memergokinya pada pertengahan Januari 2013 saat berada di Bank Riau dan Kepulauan Riau (BRK) yang berjarak kurang dari 300 meter dari Markas Polda Riau.

Ketika itu, Bustarizal berhasil kabur dan sempat kembali menghilang untuk beberapa bulan.

Pada Selasa (4/6), beberapa warga kembali mendapati Bustarizal saat tengah berbelanja di Pasar Tangor (pasar tradisional) yang berlokasi tidak jauh dari rumah tempat persembunyiannya di Kompleks (GPK).

Pria ini ternyata tinggal bersama adiknya di sebuah rumah pada kompleks perumahan yang hanya berjarak sekitar 400 meter saja dari Markas Polsek Tenayan Raya.

Namun lagi-lagi, buronan ini akhirnya dapat kabur dari upaya penyergapan aparat berwenang yang sebenarnya telah mendapat informasi terkait keberadaannya. (FZR)

Pewarta: Fazar Muhardi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013