Jakarta (ANTARA News) - Sepuluh mahasiswa asal Papua yang terlibat perusakan Gedung Plaza 89, Kuningan, Jakarta Selatan 23 Februari lalu, dijatuhi hukuman penjara selama empat bulan 18 hari. Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Ahmad Sobari di persidangan, Rabu malam, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, mereka dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana di muka umum secara bersama-sama dengan melakukan kekerasan terhadap barang orang lain. Vonis penjara selama empat bulan 18 hari itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)yang menuntut terdakwa dijatuhi pidana penjara selama satu tahun. Sepuluh mahasiswa asal Papua itu ditahan sejak 24 Februari 2006. Mereka adalah Yan Matuan (28), Nur Wenda (24), Martheos Binnianggelo (28), Medy D. Paragaye (22), Gomer Kogoya (23), Lamberth Devlan Kogoya (20), Paul Wolom (26), Alus Wenda (24), Betenus Magayang (21) dan Nur Danny Wenda (24). Menurut Majelis Hakim berdasarkan keterangan saksi-saksi, penghadiran alat bukti hingga pemeriksaan terdakwa telah membuktikan bahwa sepuluh mahasiswa Papua itu secara bersama-sama melakukan perusakan di Gedung Plaza 89. Perbuatan itu dilakukan karena perasaan marah setelah menonton tayangan televisi mengenai penembakan oleh aparat TNI/Polri terhadap warga Papua yang mendulang emas di area pembuangan limbah PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Timika 21 Februari lalu yang menewaskan tiga orang. Solidaritas para mahasiswa itu sebagai putra daerah Bumi Cendrawasih mendorong para mahasiswa itu mendatangi Kantor PT Freeport Indonesia di Jakarta yang berada di Plaza 89 Kuningan, Jakarta Selatan. Selanjutnya mereka secara bersama-sama melakukan kekerasan berupa perusakan barang-barang seperti komputer, kaca-kaca, dan berkas arsip dalam gedung tersebut yang mengakibatkan dua perusahaan yang berkantor di Gedung Plaza 89 yaitu PT Vayatour dan PT Kumon mengalami kerusakan dan kerugian. "Majelis Hakim menilai, semangat perjuangan seperti itu tidak terpuji dan tidak dibenarkan," kata Hakim. Dalam penjatuhan pidana terhadap 10 mahasiswa asal Papua itu, Majelis Hakim mengajukan pertimbangan hal-hal yang meringankan yaitu terdakwa belum pernah dihukum dan kooperatif persidangan. "Usia terdakwa yang masih muda diharapkan agar masih dapat berbuat baik di kemudian hari," kata Ahmad Sobari. Yan Matuan dan sembilan terdakwa itu menyimak pembacaan putusan perkara mereka. Menanggapi putusan itu, Yan Matuan selaku juru bicara para terdakwa mengatakan dia dan kawan-kawannya menerima putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim. Namun, ia menyesalkan dan mengkhawatirkan tidak diberlakukannya sanksi terhadap PT Freeport, juga sanksi terhadap pelaku penembakan warga Timika.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006