Surabaya (ANTARA News) - Dua tersangka dari Lapindo Brantas Inc. membantah bahwa kebocoran di sumur minyak milik perusahaan itu di Porong, Sidoarjo, Jatim, terjadi karena kelalaian atau kesalahan prosedur pengeboran. Willem Hunila, drilling supervisor dan Edi Sutriono, staf divisi drilling Lapindo Brantas Inc. membantah tuduhan itu ketika menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di ruang Satuan Pidana Tertentu (Pidter) Polda Jatim, di Surabaya, Rabu. Kuasa hukum tersangka Sudiono, SH menjelaskan, pemeriksaan terhadap kliennya kali ini merupakan pendalaman pemeriksaan sebelumnya sebelum keduanya ditetapkan sebagai tersangka. Dalam pemeriksaan itu, keduanya tak melihat adanya kelalain karena semuanya sudah sesuai prosedur dan apa yang terjadi merupakan akibat dari kondisi (rekahan) yang ada di perut bumi, kata Sudiono di sela-sela mendampingi kliennya. ANTARA mencatat pemeriksaan terhadap kedua tersanka itu berlangsung sejak pukul 10.00 WIB dan hingga pukul 18.00 WIB belum ada tanda-tanda akan selesai. "Kedua tersangka diperiksa untuk mencari petunjuk teknis dalam pengeboran dan penyebab dari luapan lumpur yang ada." ungkap Kepala Satuan (Kasat) Pidter Polda Jatim AKBP I Nyoman Sukena. Setelah memeriksa para tersangka, tim penyidik juga akan memeriksa saksi ahli dari Dinas Pengairan, ITS Surabaya, dan IPB Bogor pada 13 dan 14 Juli. Sebelumnya (11/7), polisi telah memeriksa tersangka kasus lumpur Lapindo dari PT Medici Citra Nusa (kontraktor pengeboran) yakni Ir Rahenold (drilling supervisor) dan Slamet Ryanto (drilling project manager). Pemeriksaan kedua tersangka dari PT Medici yang didampingi kuasa hukumnya, Durahpati Sinulingga, SH itu berlangsung 10 jam lebih sejak pukul 11.00 WIB dan hingga pukul 21.00 WIB. Polisi sebenarnya menetapkan empat tersangka dari PT Medici, namun dua orang tersangka dari PT Medici lainnya tidak memenuhi panggilan polisi pada 10 Juli lalu karena keduanya habis masa kontrak dengan PT Medici yakni Slamet BK dan Subie yang sama-sama drilling supervisor. Keduanya berjanji akan memenuhi panggilan polisi yang kedua pada 17 Juli mendatang. Keenam tersangka (empat tersangka dari PT Medici dan dua tersangka dari Lapindo Brantas Inc) yang masih bersifat pelaksana lapangan itu dijerat dengan pasal 187 dan 188 KUHP, pasal 41 dan 42 UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta pasal 94 UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air. Pasal 187 KUHP tentang menyebabkan banjir lumpur dengan sengaja dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara untuk ayat 1-c dan ancaman 15 tahun penjara untuk ayat 2-c. Untuk pasal 188 KUHP tentang menyebabkan banjir lumpur, akan diancam lima tahun penjara. Untuk pasal 41 dan 42 ayat 1 dan 2 UU 23/1997 tentang lingkungan hidup serta pasal 94 UU 7/2004 tentang sumberdaya air tentang pencemaran sumber air (sumur warga) akan diancam 18 bulan penjara dan atau denda Rp300 juta.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006