Bagi Indonesia, laut bukan pemisah, melainkan pemersatu. Laut justru sebagai perekat dan penghubung.

Jakarta (ANTARA) - Kemeriahan gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island State (AIS) Forum memang telah usai. Namun, dengung ekonomi biru sebagai salah satu topik utama yang dibahas masih meninggalkan tugas tersendiri bagi pemangku kepentingan terkait serta negara-negara yang berpartisipasi di dalamnya.

Perhelatan yang pertama kalinya mampu menghadirkan pertemuan bilateral antarkepala negara dalam AIS Forum ini, memiliki beberapa topik utama yang dibahas selain ekonomi biru, yakni mitigasi dan adaptasi, perubahan iklim, serta penanganan sampah plastik di laut dan tata kelola maritim yang baik.

Forum yang digelar di Nusa Dua, Badung, Bali ini mengundang 51 negara pulau dan kepulauan seluruh dunia. Namun, tercatat dari total undangan tersebut, sebanyak 32 kepala negara atau pemerintahan yang menghadiri wadah kolaborasi yang didirikan pada 2018 lalu melalui Deklarasi Manado.

Melihat kekayaan Bumi Pertiwi, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.000 pulau, dengan jumlah pulau yang dihuni sebesar 7.000 pulau. Dengan kekayaan ini, Indonesia boleh saja memamerkan kemampuan dalam mengelola kekayaan maritim yang terkandung.

Ekonomi biru

Sebagai tuan rumah pelaksanaan KTT AIS Forum, Indonesia melalui rangkaian gelaran itu sempat mempromosikan program yang telah diimplementasikan. Ya, program itu ialah ekonomi biru yang diinisiasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Adapun program ekonomi biru memiliki lima kebijakan pokok yang meliputi upaya memperluas kawasan konservasi, kebijakan penangkapan ikan secara terukur berbasis kuota yang akan segera diterapkan menyusul aturan teknis berupa Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2023 sebagai aturan turunan PP Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur atau PIT telah terbit.

Ketiga adalah mengembangkan perikanan budi daya yang berkelanjutan, baik perikanan di pesisir, perikanan laut, dan darat untuk mendukung lima komoditas yang ditargetkan menjadi unggulan dalam beberapa tahun mendatang yakni udang, lobster, kepiting, tilapia, dan rumput laut.

Kebijakan keempat adalah pengawasan terhadap pulau-pulau kecil dan pesisir yang memiliki kaitan erat dengan perubahan iklim.

Terakhir adalah pembersihan sampah di laut yang melibatkan masyarakat pesisir dan nelayan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa dalam pengelolaan laut dan maritim Indonesia, pihaknya menjunjung tinggi ekologi. Bahkan, kerap dirinya menyebut menomorsatukan ekologi sebagai ‘panglima’ dalam menjalankan tugas mengelola sektor kelautan dan perikanan.

“Saya meyakini ekonomi akan meningkat dengan tajam apabila ekologi dijaga,” ujar Trenggono.

Indonesia selangkah di depan

Kebijakan ekonomi biru yang dimiliki Pemerintah Indonesia bukan sekadar wacana atau bualan. Lima kebijakan yang menjadi tumpuan KKP sebagai operator sektor kelautan perikanan ini sudah mulai dijalankan.

Dalam program perluasan konservasi yang berada di bawah tugas dan fungsi Direktorat Pengelolaan Ruang Laut (PRL), KKP menyiapkan perangkat berbasis teknologi sebagai instrumen pengelolaan ruang laut yang handal untuk mendukung upaya memperluas kawasan konservasi laut 30 persen pada 2045.

Sementara, pada 2022 kawasan konservasi laut baru mencapai 28,9 persen juta ha atau 8,7 persen dari luas wilayah Indonesia.

Instrumen itu ialah Ocean Big Data dan Ocean Accounting. Kedua perangkat tersebut mampu memantau serta mengukur kualitas dan integritas ekologi untuk mendukung ekonomi maritim yang berkelanjutan.

Ocean Big Data, perangkat teknologi kecerdasan buatan (articial inteligence/AI) ini ditempatkan di kawasan pesisir, laut dan udara serta didukung satelit nano untuk mematahkan aktivitas laut, kondisi dan habitat laut sehingga membantu mendukung dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan memetakan perluasan area konservasi laut.

Sementara Ocean Accouting merupakan data spasial dan nonspasial yang terintegrasi sehingga menghasilkan informasi kondisi kelautan Indonesia, dinamika perubahan neraca yang bermanfaat dalam industri kelautan dan perikanan.

Kedua adalah kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota yang akan diterapkan pada 2024. Penerapan dilakukan menyusul aturan teknis pelaksanaan program berupa Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2023 sebagai aturan turunan PP Nomor 11 Tahun 2023 tentang PIT.

Kebijakan strategis ini disusun untuk menjamin keberlanjutan usaha perikanan nasional karena mekanisme kuota dan zonasi yang ditetapkan dalam aturan itu dapat menjaga kelestarian sumber daya ikan di laut.

Dengan demikian, penangkapan ikan dan komoditas di lain di laut tak lagi ugal-ugalan. Selain itu juga memaksimalkan kontribusi kepada negara karena menerapkan teknologi dalam pelaporannya sehingga hasil laporan itu lebih transparan dan ketertelusurannya menjadi terang.

Program ketiga yakni pengembangan perikanan budi daya. Dalam program ini, KKP telah mengembangkan berbagai komoditas perikanan budi daya. Di antaranya budi daya ikan kakap putih sebagai peluang bagi masyarakat kecil di Kepulauan Meranti, Riau.

Pendampingan pengembangan budi daya ikan bawal di Bintan, Kepulauan Riau, pembangunan proyek percontohan (modelling) budi daya ikan nila salin di kawasan seluas 16 hektare di Karawang, Jawa Barat.

Tak ketinggalan megaproyek modelling tambak budi daya udang berbasis kawasan (BUBK) di Kebumen. Proyek ini menelan anggaran sekitar Rp175 miliar dengan luas kawasan tambak yang sudah dimanfaatkan seluas 60 hektare yang terdiri dari 149 petak tambak.

Tambak yang dihuni udang jenis vaname ini mampu menghasilkan 40 ton per hektare per tahun serta akan ditingkatkan kemampuannya (best practice) menjadi 80 ton per hektare per tahun.

Proyek ‘megah’ ini juga telah diakui Presiden Jokowi memiliki manajemen modern sehingga dapat menjadi penerapan usaha budi daya udang di daerah lain.

Menilik program lain yakni pengawasan terhadap pulau-pulau kecil dan pesisir. Pada era kepemimpinan Trenggono juga fokus dalam mengawasi aktivitas di laut melalui peluncuran 20 satelit nano yang akan dilakukan dan dioperasionalkan pada 2024.

Kerja sama dengan Starlink ini akan dilakukan untuk membantu kapal-kapal perikanan mengirimkan data secara daring melalui aplikasi e-PIT.

Selain itu, armada pengawasan sumber daya kelautan perikanan juga semakin diperkuat dengan kehadiran dua kapal hibah asal Jepang yakni Kapal Pengawas (KP) Orca 05 dan KP Orca 06 yang diklaim memiliki kemampuan daya jelajah serta fasilitas yang mumpuni, bahkan memiliki dua kali lipat kemampuan kapal pengawas kelas I yang dimiliki KKP saat ini.

Sebagai sosok yang mendambakan ekologi berjalan beriringan dengan manfaat ekonomi, KKP juga memiliki program yang berkaitan erat dengan lingkungan yakni pembersihan sampah di laut yang melibatkan masyarakat pesisir dan nelayan.

KKP menggelar program Bulan Cinta Laut (BCL) yang telah digelar pada Juli-September 2023 sebagai upaya mencegah kebocoran sampah di laut dan berhasil mengumpulkan 140 ton sampah.

Adapun tercatat sebanyak 1.350 nelayan telah berpartisipasi dalam program yang dijalankan di 18 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Dengan dijalankannya lima program ekonomi biru itu, Indonesia dalam AIS Forum lantas mengajak kepala negara atau delegasi yang hadir untuk mengimplementasikan kebijakan yang telah dilakukan Indonesia. Tentunya, penerapan itu dengan menyesuaikan kondisi dan situasi masing-masing negara namun dalam kerangka atau tujuan yang sama.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Victor Gustaaf Manoppo mengakui delegasi yang hadir dalam Pertemuan Kelima Tingkat Menteri AIS Forum memiliki ketertarikan menerapkan program ekonomi biru yang diinisiasi Indonesia.

Dalam perhelatan itu, Indonesia juga sempat memperkenalkan keramba dan rumpon ikan ke Fiji dan Madagaskar melalui mekanisme kerja sama.

Keramba ikan disebut Desputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Jodi Mahardi sebagai inovasi di bidang perikanan.

Pasalnya, di negara Pasifik belum ada satu pun keramba ikan. Sementara rumpon ikan merupakan alat tangkap ikan yang bisa dipasang di laut dangkal maupun laut dalam.

Keberlangsungan KTT AIS Forum yang memiliki ikatan erat satu sama lain, yakni perasaan senasib sepenanggungan dalam menghadapi tantangan yang sama soal perubahan iklim, serta kesamaan sebagai negara pulau kepulauan menjadikan Indonesia berkomitmen menjadi barisan terdepan dalam mendukung AIS Forum antarnegara pulau kepulauan.

“Bagi Indonesia, laut bukan pemisah, melainkan pemersatu. Laut justru sebagai perekat dan penghubung,” ucap Presiden Jokowi.










Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023