Kepala Departemen Pengembangan Teknologi dan Perencanaan Perusahaan MIND ID Aditya Farhan Arif mengatakan strategi kolaborasi itu dilakukan karena perseroan dikejar waktu untuk melakukan kegiatan hulu dan hilir secara bersamaan.
"Kami engagement dengan peneliti-peneliti luar negeri. Kami juga melibatkan peneliti dalam negeri sebagai counter part," ujarnya dalam dialog bertajuk Ngopi Minerba yang diselenggarakan oleh BRIN secara daring di Jakarta, Kamis.
Aditya menuturkan sebagian aktivitas riset akan dilakukan di luar negeri untuk mengakselerasi berbagai potensi pengembangan teknologi agar perusahaan siap menghadapi potensi disrupsi di masa depan.
Baca juga: Rugi food loss Rp550 triliun, Kementan-BRIN bahas teknologi pascapanen
Baca juga: BRIN: Aplikasi teknologi tarik minat generasi muda kerja di pertanian
Dia mencontohkan produksi aluminium memerlukan pasokan energi yang tinggi, namun harga listriknya harus murah.
"Untuk ekspansi ke depan kami butuh sekitar 1,5 gigawatt, tapi harga listrik harus di bawah 5 sen dolar AS, karena produksi aluminium sangat tergantung harga listrik," kata Aditya.
"Kami sedang melakukan penjajakan untuk pembangkit listrik berbasis nuklir yang rendah emisi dan dari sisi kapasitas listrik juga bisa mencukupi. Ekspektasi kami harga listrik bisa lebih murah," imbuhnya.
Transformasi industri mineral dan batu bara itu terjadi karena terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 atas perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pemerintah dan industri berharap bisa membangun, mendirikan, mengolah, meningkatkan nilai tambah bahan galian yang dapat mendukung kebijakan ekspor.
Baca juga: BRIN kembangkan teknologi pengolahan emas tanpa merkuri
Baca juga: BRIN kerja sama di bidang ilmiah dan teknologi dengan KIOST Korsel
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023