Jakarta (ANTARA) - Ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dr Iwan Ariawan menilai kasus cacar monyet atau Monkeypox di Indonesia hanya berpotensi menjadi epidemi lokal.
"Potensi penyakit menjadi pandemi kecil, endemi, dan epidemi luas juga kecil. Epidemi lokal bisa terjadi," kata dr Iwan saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa penyakit cacar monyet merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus jenis Orthipox yang disebut mirip dengan virus penyebab cacar (variola) tetapi bukan cacar air.
Penyakit tersebut menurutnya kerap ditandai dengan sejumlah gejala pada tubuh seperti demam disertai bercak berair pada kulit, bahkan pada kelompok rentan bisa menyebabkan kematian.
"Penularan penyakit ini melalui kontak erat kulit," ujarnya.
Baca juga: Epidemiolog imbau masyarakat jangan panik sikapi kasus cacar monyet
Disinggung mengenai potensi terjadinya pandemi dari kasus cacar monyet, ia meyakini bahwa potensi tersebut relatif kecil dan hanya akan menjadi epidemi lokal.
Namun demikian, kata dia, mitigasi terhadap penyakit tersebut harus tetap dilakukan melalui pengawasan penyakit infeksi emerging.
"Jika ada kecurigaan kasus harus dilaporkan oleh fasilitas kesehatan dan segera di follow up oleh Dinas Kesehatan setempat untuk memastikan diagnonisnya, memberikan pengobatan dan melakukan penyelidikan epidemiologi dan contact tracing," kata dia.
Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan satu orang warga Indonesia kembali terkonfirmasi menderita Monkeypox atau cacar monyet.
Temuan kasus cacar monyet itu pertama kali dilaporkan pada tanggal 14 Oktober 2023. Pasien tersebut terkonfirmasi setelah melalui serangkaian tes dan dipastikan merupakan warga DKI Jakarta.
Baca juga: PDHI: Penyebaran cacat monyet bukan lagi dari hewan ke manusia
Baca juga: Dinkes DKI cegah penularan cacar monyet
Pewarta: Moch Mardiansyah Al Afghani
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023