Madrid (ANTARA News) - Presiden Uruguay Jose Mujica mendesak masyarakat internasional melakukan segala sesuatu untuk membantu proses perdamaian antara pemerintah dan pemberontak kiri Kolombia, dalam sebuah wawancara yang diterbitkan Minggu di Spanyol, di tengah kekhawatiran bahwa perundingan antara kedua pihak akan gagal.

Negosiasi perdamaian pertama dalam satu dasawarsa antara pemerintah Kolombia dan pemberontak FARC dimulai di Oslo pada Oktober dan dilanjutkan di ibu kota Kuba, lapor AFP.

Namun, dalam suatu kemunduran, Venezuela selaku fasilitator perundingan itu menarik wakil-wakilnya pada pertemuan di Havana untuk memprotes pertemuan Rabu di Bogota antara Presiden Kolombia Juan Manuel Santos dan pemimpin oposisi Venezuela Henrique Capriles.

Capriles dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro terlibat dalam perselisihan sengit menyangkut hasil pemilihan presiden pada 14 April untuk menggantikan alharhum Hugo Chavez.

"Kita berada pada persimpangan jalan: hal paling penting yang terjadi di Amerika Latin adalah upaya membangun perdamaian di Kolombia," kata Mujica kepada surat kabar harian Spanyol El Pais.

Pemimpin kiri berusia 78 tahun itu memuji Santos sebagai "orang terbuka yang harus menerima dukungan hangat dari masyarakat internasional".

"Ada banyak hambatan besar karena perang bertahun-tahun telah menciptakan konflik kepentingan di banyak tempat dan banyak kepedihan," kata presiden Uruguay itu selama wawancara yang dilakukan pekan lalu ketika Mujica melakukan kunjungan resmi ke Spanyol.

Proses perdamaian Kolombia saat ini sedang reses dan akan dimulai lagi pada 11 Juni.

Dalam pengumuman pada 26 Mei, pemerintah Kolombia dan pemberontak FARC mencapai sebuah perjanjian mengenai reformasi tanah, salah satu masalah paling diperdebatkan selama negosiasi perdamaian yang berlarut-larut.

Menurut perjanjian antara pemerintah dan kelompok pemberontak Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC), kompensasi akan diberikan kepada penduduk yang kehilangan tanah atau meninggalkan rumah mereka akibat konflik, kata diplomat Kuba Carlos Fernandez de Cossio, yang negaranya menjadi tuan rumah negosiasi yang telah berlangsung berbulan-bulan.

Sejauh ini perundingan di Pusat Konvensi Havana dipusatkan hampir seluruhnya pada reformasi tanah -- yang pertama dari lima pokok persoalan yang dibahas.

Distribusi tanah merupakan salah satu penyulut konflik puluhan tahun di Kolombia, dimana terjadi ketimpangan yang dalam antara pemilik tanah yang kaya dan petani yang miskin.

Masalah-masalah penting lain yang akan dibahas adalah obat terlarang, penonaktifan senjata dan penanganan korban konflik bersenjata yang selama hampir setengah abad melumpuhkan Kolombia.

Kekerasan masih terus berlangsung meski upaya-upaya perdamaian dilakukan oleh kedua pihak.

FARC, kelompok gerilya kiri terbesar yang masih tersisa di Amerika Latin, diyakini memiliki sekitar 9.200 anggota di kawasan hutan dan pegunungan di Kolombia, menurut perkiraan pemerintah. Kelompok itu memerangi pemerintah Kolombia sejak 1964.

Sejak November kelompok itu melakukan perundingan dengan pemerintah Kolombia, meski bentrokan-bentrokan terus berlangsung tanpa adanya gencatan senjata.

Pemerintah Kolombia dan FARC memulai dialog di Oslo, ibu kota Norwegia, pada 18 Oktober yang bertujuan mengakhiri konflik setengah abad yang telah menewaskan ratusan ribu orang. Perundingan itu dilanjutkan sebulan kemudian di Havana, Kuba.

Tiga upaya sebelumnya untuk mengakhiri konflik itu telah gagal.

Babak perundingan terakhir yang diadakan pada 2002 gagal ketika pemerintah Kolombia menyimpulkan bahwa kelompok itu menyatukan diri lagi di sebuah zona demiliterisasi seluas Swiss yang mereka bentuk untuk membantu mencapai perjanjian perdamaian. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013