"Dari 1,1 juta hektare sawit petani swadaya di Riau, sekitar 50 persen atau sekitar 500 ribu hektare lebih, terindikasi menggunakan bibit sawit palsu."

Pekanbaru (ANTARA News) - Sekitar 50 persen dari 1,1 juta hektare (ha) kebun kelapa sawit yang dikelola petani secara swadaya di Provinsi Riau ditengarai menggunakan bibit sawit palsu, sehingga menimbulkan kerugian besar akibat tidak bisa berbuah.

"Dari 1,1 juta hektare sawit petani swadaya di Riau, sekitar 50 persen atau sekitar 500 ribu hektare lebih, terindikasi menggunakan bibit sawit palsu," kata Kepala Seksi Pengembangan Usaha Perkebunan pada Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Sri Ambar K. ketika dihubungi Antara di Pekanbaru, Minggu.

Menurut dia, bibit sawit palsu itu kerap disebut petani dengan bibit "Mariles" atau bekas. Secara kasat mata bibit itu tidak ada bedanya dengan yang asli, hanya dari harga jauh lebih murah.

"Biasanya petani tergiur karena harganya yang sangat murah, tapi dampaknya bisa dilihat ketika tanaman sawit seharusnya sudah panen pada usia empat tahun, namun tanaman dengan bibit palsu tidak bisa," ujarnya.

Ia mengatakan, beredar luasnya bibit palsu itu menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi petani dengan modal pas-pasan. Pihak pemerintah terus berusaha melakukan pembinaan dan sosialisasi terhadap pemilihan bibit yang baik kepada petani.

Selain itu, ia mengatakan Dinas Perkebunan Riau sejak tahun lalu melakukan program penggantian bibit kepada petani yang menjadi korban bibit palsu. Setiap petani diminta berkoordinasi dengan kelompok tani untuk membuat pengusulan melalui dinas perkebunan di kabupaten/kota setempat.

Setelah persyaratan mencukupi, Dinas Perkebunan Provinsi Riau akan menyalurkan bantuan dana untuk mengganti dengan bibit baru yang sudah bersertifikat.

"Pemerintah membantu biaya bibit baru saja, sedangkan pembongkaran tanaman lama dilakukan oleh petani sendiri," katanya.

Menurut dia, untuk tahun ini pendanaan program penggantian bibit menggunakan dana APBD Riau untuk lahan seluas 500 ha. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yang hanya seluas 100 ha karena sebelumnya dibiayai dengan dana APBN. (F012/KWR)

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013