KB pascapersalinan ini angkanya masih kecil, padahal 90 persen ibu melahirkan sudah di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang ditangani minimal oleh tenaga kesehatan, jadi perlu ditingkatkan sosialisasinya
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI fokus meningkatkan capaian Program Keluarga Berencana (KB) pasca-persalinan guna menurunkan angka stunting dan Angka Kematian Ibu (AKI).
"KB pascapersalinan ini angkanya masih kecil, padahal 90 persen ibu melahirkan sudah di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang ditangani minimal oleh tenaga kesehatan, jadi perlu ditingkatkan sosialisasinya," kata Direktur Usia Produktif dan Lanjut Usia Kemenkes Nida Rohmawati dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan data Kemenkes, lanjutnya, angka kejadian putus-pakai kontrasepsi disebabkan oleh efek samping yang menjadi alasan terbesar pasangan.
"Di sini kita juga menyadari, masyarakat belum memahami metode KB mana yang paling cocok. Penyedia juga kurang menyeleksi metode (KB) apa yang bisa dipakai oleh klien, serta nanti kalau ada efek samping apa yang bisa dilakukan. Ini penyebab utama akseptor KB putus-pakai," ujarnya.
Adapun alasan putus-pakai KB tersebut, menurutnya, disebabkan efek samping atau masalah kesehatan sebesar 33,2 persen, ingin hamil lagi 30 persen, ingin metode yang lebih efektif 7,6 persen, dan suami jauh 7,1 persen.
Baca juga: BKKBN: Ibu yang ikuti KB pascapersalinan kurang dari 30 persen
Alasan berikutnya yakni hamil ketika memakai sebesar 6,8 persen, tidak nyaman 3,4 persen, cerai 3 persen, biaya terlalu mahal 0,9 persen, dan akses atau ketersediaan 0,5 persen.
"Padahal pilar pertama penurunan stunting dan kesehatan keluarga itu program KB, bagaimana mengatur jarak kehamilan itu harus diatur oleh keluarga," ucapnya.
Menurutnya, KB sudah terbukti menjadi salah satu kunci utama untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
"Dengan ber-KB, kita bisa menurunkan jumlah kehamilan yang tidak direncanakan, jumlah aborsi yang tidak aman karena pendarahan, serta kematian bayi yang baru lahir," katanya.
Baca juga: BKKBN targetkan 70 persen ibu ikuti program KB pascapersalinan
Meski tren AKI sudah menurun dari 305 pada 2015 menjadi 189 pada 2020, Nida menyampaikan angka itu masih jauh dari target, dibandingkan negara-negara tetangga yang rata-rata AKI-nya sudah di angka 24-27.
"Target tahun 2024 yakni 183, sedangkan di tahun 2030 kita harus sudah bisa mencapai angka 70 per 100 ribu kelahiran hidup," katanya.
Menurutnya, sangat penting untuk memperhatikan penyebab dasar AKI yakni terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu dekat jarak antar kehamilan (4T).
Nida juga menekankan pentingnya fasyankes memberikan edukasi pada ibu pascapersalinan untuk segera ber-KB.
Baca juga: BKKBN Jabar targetkan 100 persen pelayanan KB pascapersalinan
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023