Jakarta (ANTARA) -
Ia memastikan bahwa risiko penularan penyakit tersebut sangat kecil bagi masyarakat umum dan penyebaran pun relatif lambat.
"Jangan panik karena yang pertama bagi masyarakat umum ini risikonya kecil sekali, kedua proses penularannya lambat ya," kata Dicky saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa berdasarkan data global, kecenderungan penyebaran penyakit cacar monyet 99 persen hanya terjadi kepada kelompok pria yang memiliki perilaku berisiko tinggi.
Kasus cacar monyet tersebut pun, kata dia, diprediksi tidak akan menjadi pandemi dan menyebar secara luas tetapi hanya epidemik.
"Ini semakin menguatkan bahwa kecenderungan penyakit cacar monyet ini akan jadi epidemik bukan pandemi akan menyebar tapi silent ya, karena dengan stigma yang kuat penyakit ini menyebar ke kelompok pria yang memiliki perilaku yang berisiko tinggi yaitu gay atau lelaki suka lelaki," ujarnya.
Meski pun sebaran dan angka kematiannya dinilai kecil, namun bagi kelompok rentan seperti penderita HIV, akan berdampak serius.
Baca juga: DKI telusuri kontak erat pasien terkonfirmasi cacar monyet
Oleh karena itu, mitigasi dan pencegahan penyakit tersebut harus dilakukan oleh pemerintah melalui mekanisme atau strategi yang sama dengan pengendalian penyakit HIV.
"Ini membuktikan Indonesia tidak berbeda dengan dunia (kasus cacar monyet) maka peningkatan literasi penting perilaku hidup sehat terutama seksual sangat penting," kata dia.
Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan satu orang warga Indonesia kembali terkonfirmasi menderita monkeypox atau cacar monyet.
Temuan kasus cacar monyet itu pertama kali dilaporkan pada tanggal 14 Oktober 2023. Pasien tersebut terkonfirmasi setelah melalui serangkaian tes dan dipastikan merupakan warga DKI Jakarta.
Baca juga: Kemenkes: Satu kasus cacar monyet di Jakarta merupakan transmisi lokal
Baca juga: Dinkes DKI cegah penularan cacar monyet
Pewarta: Moch Mardiansyah Al Afghani
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023