2030 itu semacam titik balik, apakah kita akan benar-benar masuk ke renewable yang lebih masif lagi, atau tetap naik perlahan. Itu yang menjadi titik

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional Prof. Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa 2030 akan menjadi titik balik bagi perkembangan energi baru terbarukan Indonesia menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.

“2030 itu semacam titik balik, apakah kita akan benar-benar masuk ke renewable yang lebih masif lagi, atau tetap naik perlahan. Itu yang menjadi titik,” ujar Eniya di Jakarta, Selasa.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam webinar Prof Talks BRIN bertajuk, “Clean Energy dalam Mendukung Program Rendah Karbon”, yang disiarkan secara daring.

Eniya menjelaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan 2030 sebagai puncak emisi gas rumah kaca. Sembari mencapai puncak emisi, Eniya memperkirakan harga fotovoltaik, yang merupakan piranti semikonduktor yang dapat merubah cahaya secara langsung menjadi menjadi arus listrik, diperkirakan turun akibat produksi massal. Dengan demikian, lanjut Eniya, harga energi baru terbarukan pun akan turun.

“Nah, di situlah kita akan berhitung lagi. Keekonomian baru akan bisa diprediksi pada 2030,” kata Eniya.

Bagi Eniya, yang harus dipastikan adalah langkah demi langkah Indonesia mendekati transisi energi. Pada 2045, Eniya juga berharap agar penggunaan hidrogen sebagai sumber energi baru terbarukan sudah masif.

Ia menyoroti sejumlah sektor yang memungkinkan untuk menggunakan hidrogen sebagai sumber energi secara maksimal, yakni pembangkit listrik dan grid balancing, transportasi, bahan bakar industri dan industri kimia, hingga pemukiman dan operasional gedung. Grid balancing merupakan sebuah proses yang memastikan produksi listrik seimbang dengan kebutuhan listrik.

“Ini harus step by step,” kata Eniya.

Sebelumnya, Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Amarulla Octavian membidik Indonesia untuk menjadi pemasok hidrogen hijau dalam pasar global guna mewujudkan misi NZE.

Amarulla memaparkan bahwa riset tersebut meliputi penguasaan teknologi kunci, seperti pengembangan material sel bahan bakar (fuel cell) dan elektrolisis.

Lebih lanjut, Amarulla menjelaskan riset tersebut juga mencakup teknologi penyimpanan hidrogen, produksi hidrogen hijau, serta pemanfaatan hidrogen sebagai bahan bakar di sektor transportasi atau hidrogen vehicle.

Baca juga: Pakar: Pengurangan emisi harus dipercepat untuk selamatkan bumi
Baca juga: Pemerintah gandeng JBIC Jepang kembangkan sumber energi terbarukan
Baca juga: Anggota DPR harapkan anggaran energi baru terbarukan ditingkatkan

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Citro Atmoko
Copyright © ANTARA 2023